MTU 2 : Revolution WhatsApp Channel

MTU 2 : Revolution

106 subscribers

About MTU 2 : Revolution

Novel fantasi fiksi berlatar dunia sihir yang dibuat oleh penulis dengan nama pena "Rhea" Kisah seorang gadis bangsawan bernama Yumelia Erlinggson yang kehilangan keluarganya karena dikhianati oleh raja Magnus VI Lagabote. Yumelia yang telah melewati kematian, dia terlahir kembali di tanah yang asing. Tanah yang kaya dengan sihir dan keajaiban Dia merasakan kehangatan dari keluarga barunya. Tapi kekaisaran busuk telah mengambil hal itu darinya. Dia yang merasa muak mencoba hal besar. Merevolusi Kekaisaran keji itu. Namun dia menemukan suatu keanehan dibalik semua yang dia lakukan tersebut. Perjalananannya tidaklah sesederhana yang dia kira. Ada banyak musuh yang harus dia penggal. Genre : Aksi, Fantasi, Medieval, Psikologis, Angst, Seinen, Female Mc penasaran? ikut kisahnya! Sekarang sampai di season 2 chapter 7 𝙾𝚠𝚗𝚎𝚛 『🫧』 : ɹǝʇʇıɹʍ (Rhea) 𝙰𝚍𝚖𝚒𝚗 『🌙』 : Violeta (Season 2 : Revolution) Find me on • Instagram : https://www.instagram.com/tsbbtmntvn?igsh=ZWh6eTBpY3ptMDNm • Twitter https://x.com/RheaTheaa?t=RdxLVBt9JfwSIyy8amE86Q&s=09 • WhatsApp https://wa.me/qr/ZDQBUDWZ23ESD1 • Tiktok https://www.tiktok.com/@rhee.or.rhea?_t=ZS-8unuS5OqT5e&_r=1 • Spotify https://open.spotify.com/user/vhi110s5i4p9x2bbvsc72i0o3?si=16pSQXQwTzayXbfPJM7puA Kritik, saran, tanya persoalan novel di Ngl : https://ngl.link/rheaa85717 Tempat baca Novelku - Gdrive : https://drive.google.com/drive/folders/1E-TLg4mT_WDBriSw6ESAhPruS9ehtY6M - Wattpad : @RRheeRhea - WebNovel : http://wbnv.in/a/d1iqxM7 - Telegram : https://t.me/MeandtheUnderworld

Similar Channels

Swipe to see more

Posts

MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/12/2025, 3:16:24 PM

Welcome 104 followers. Kalian bisa baca novelnya di GDrive, Wattpad, Webnovel. Linknya ada di deskripsi. Atau kalau mau nunggu versi sempurnanya, sebentar lagi bukunya terbit. Disana ada sejarah baru, typo dibenerin, cerita tentang masalalu Yvonne sebagai Yumelia Erlinggson. Dan ada beberapa hal premium yang ngga bisa didapatkan jika ga beli bukunya. Mau beli buku? Atau baca dilink? Bebas sih wkwkw

🚡 1
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/7/2025, 1:20:07 AM

Season 1 - Wattpad : https://www.wattpad.com/story/377173070?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=story_info&wp_page=story_details_button&wp_uname=RRheeRhea - Webnovel : http://wbnv.in/a/d1j6rYv - G Drive : https://drive.google.com/drive/folders/1E-TLg4mT_WDBriSw6ESAhPruS9ehtY6M Season 2 - Chapter 6 (WP) : https://www.wattpad.com/1548138485?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=RRheeRhea - Chapter 5 (WP) : https://www.wattpad.com/1545783691?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_published&wp_page=create_on_publish&wp_uname=RRheeRhea - Webnovel : http://wbnv.in/a/2bj8MHW

❤️ 💯 2
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/15/2025, 5:24:17 AM

Chapter 7 : Keluarga Spearblood

MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/14/2025, 1:58:02 AM

https://www.instagram.com/p/DK2BkNGJ_R-/?img_index=3&igsh=M3NraDdpejQ3bTBs

MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/7/2025, 1:19:18 AM

Chapter 6 : Penyerangan Pertama

❤️ 🔥 2
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/15/2025, 1:35:28 AM

Apa jadinya jika kamu hidup kembali— Bukan sebagai pahlawan, tapi sebagai anak kecil di dunia sama kejamnya? Itulah yang terjadi pada Yumelia, gadis 15 tahun yang kehilangan segalanya dalam satu malam. Pre order buku "Me and the Underworld" sekarang. Karya dari Rhea. Jika berminat, hubungi https://wa.me/qr/ZDQBUDWZ23ESD1

Post image
🔥 💙 😮 💜 😂 9
Image
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/18/2025, 1:13:05 AM

Tiga fakta novelku dalam satu hari 1. Yvonne itu workaholic 2. Ayaa benar-benar suka camilan, tapi dia ga pernah jadi gendut 3. Gadis bintang selalu mengamati semua karakter sejak awal

❤️ 😮 💗 💙 🚡 🤏 8
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/15/2025, 5:24:21 AM

“Jadi, Nona Yvonne. Bangsawan mana yang akan kita targetkan?” tanya Nino padanya. “Keluarga Spearblood.” “Ohh, keluarga itu.” Frederick mengikuti alur pembicaraan. Dia mengambil secangkir kopi diatas meja, meminumnya beberapa teguk. Dia memandang Yvonne dengan tatapan tajam, seolah pandangannya sudah berbicara terlebih dahulu. “Ya, benar. Apa kalian tahu tentang mereka?” tanya Yvonne. “Bawahanku, dari tim penyelidik telah mengetahui beberapa fakta tentang mereka. Keluarga Spearblood memiliki teknik tombak yang mengerikan. Dia juga ikut andil dalam perang melawan high elf, namun beberapa hari ini mereka turun sementara dari medan perang untuk memulihkan diri,” jawab Nino. “Aku sudah membaca dokumen yang kau berikan. Dia salah satu pemegang kunci Hell Hound bukan?” tanya Yvonne. “Itu benar, Tuan. Namun, hanya kepala keluarga yang bekerja sama. Anak dan istrinya tak mengetahui apa pun.” Riella berbicara, dia ikut menambahkan informasi yang dikatakan adik kembarnya. “Jadi keluarganya tak tahu kebejatan yang dia lakukan,” tambah Ayaa. Bibirnya terbuka—sebuah kue kering telah dia lahap. Mengunyah perlahan, dan menelannya secara cepat setelah berbicara. Dasar Ayaa, dia benar-benar suka camilan. “Katanya dia punya teknik yang kuat bukan? Biar aku saja yang pergi,” usul Ayaa pada mereka semua. “Tak perlu, biar aku dan beberapa bawahanku yang bergerak,” imbuh Zero. Cukup jarang dia memberikan inisiatif macam ini. “Alasannya? Hanya mengirim Ayaa seorang diri sepertinya cukup. Itu karena kekuatannya cocok untuk pembunuhan,” tanya Yvonne pada Zero. Yvonne, memainkan jarinya di atas meja. Ketukan berirama dan tertata terdengar dari sana. Dia terlarut dalam pikirannya sendiri, diam dan memikirkan puluhan langkah ke depan. “Tidak, biar bawahanku yang pergi. Beberapa dari mereka adalah kru jalanan yang suka membuat masalah. Mereka pasti sudah gatal ingin menghajar beberapa orang. Terutama Beth, dia ingin segera diberikan perintah.” “Selain itu, ada sesuatu yang ingin kucoba,” saran Zero. Apa yang dia pikirkan, hal apa yang akan dia coba. Yvonne melirik tepat ke arah Zero, bibirnya terbuka, “dan apa itu?” “Tuan, anda pasti sudah tahu apa yang ingin ku uji,” jawab Zero. Yvonne tersenyum, dia menghela nafas seolah sudah menyadari semuanya. “Beth ya, aku tiba-tiba terpikirkan sesuatu yang menarik. Jika berjalan sesuai kemauanku, aku bisa menunjukkan beberapa hal padanya yang suka membangkang. Beth, dia masuk ke Assailant karena dia hanya mau tunduk pada yang lebih kuat.” “Baiklah, Zero yang akan pergi kali ini. Namun, kau hanya boleh membunuh kepala dan pasukannya. Tak kuizinkan kalian membunuh bakat muda, yaitu putri dari keluarga Spearblood,” suruh Yvonne padanya. “Tunggu, kau ingin menghancurkan kekaisaran. Namun, kau melakukan pengecualian. Apa maksudnya ini?” sanggah Frederick. Dia seolah tak menerima keputusan Yvonne secara mutlak seperti para Eternal Sword yang lain. “Ada alasan khusus. Aku mendapatkan petunjuk dari perkataan Isabelle, itu alasan aku mengirim Dean dalam ekspedisi.” Yvonne menekuk kakinya, dia terlihat santai menanggapi sanggahan Frederick. “Seperti biasa kau selalu menyembunyikan sesuatu,” ledek Fred padanya. “Nona Yvonne selalu seperti itu, tapi itu pasti untuk kebaikan semua orang,” kata Rhea. “Frederick, tenanglah,” suruh Ayaa padanya. “Ugh, suasananya jadi berat. Aku harus melakukan sesuatu,” pikir Riella di benaknya. “Tuan Yvonne, kapan Zero harus memulai penyerangan itu,” tanya Riella pada Yvonne, si gadis pirang sekaligus ketua dari Assailant. “Malam ini.” “Cordelia, ini sapaan pertama dariku untukmu. Setelah ini, keputusanmu untuk menerima atau menolakku akan menjadi penentuan rencanaku. Rencana besar yang bercabang untuk melawan sesuatu yang memanipulasi Kekaisaran Claudia ini,” pikir Yvonne di benaknya. “Kuharap, kita bisa berada di perahu yang sama.” [Me and the Underworld] Hening. Secercah cahaya dari kristal sihir yang ada di langit-langit menerangi lorong. Namun, itu masih terasa gelap, matahari sedang tertidur lelap. Langkah kaki perlahan, berirama dan teratur. Butler itu berjalan di lorong mansion, kakinya diterangi rembulan yang bersinar emas menembus jendela. Perlahan, langkahnya terhenti di antara keheningan. Dagunya bergerak—menengok ke arah jendela. Matanya terlihat bingung dengan sesuatu yang ada. Namun, dia terlihat begitu tenang. Suatu bayangan kecil terlihat, membesar dan kian membesar. Bayangan itu menerobos masuk, memecahkan jendela. Suara kaca jendela yang pecah terpekik di telinga. Pecahan kecil kaca berhamburan di lantai mansion. Butler itu terkejut, belum sempat berteriak, binatang itu langsung membenturkannya ke dinding semen. Pakaian ketat serba hitam. Dengan rambut dan telinga anjing putih. Ekornya berkibas-kibas seperti sebuah pertanda. Zero, dia sudah berada di tempat tinggal musuh. Zero, Licanthrope itu mulai berjalan di lorong, jendela yang lain ikut pecah. Para anggotanya ikut memasuki dengan cara yang sama. Dua Sword dari organisasi Assailant, dan 10 member dari sana. “Jadi, mana yang harus kita hajar,” teriak seseorang. Ras yang sama dengan Zero, yaitu Licanthrope. Namun, dari suku yang berbeda. Elizabeth, dia dari suku Harimau, suku ini hanya ada satu, mereka juga yang terkuat secara fisik dari Licanthrope lain. Elizabeth, dia menjabat sebagai Sword di organisasi itu. Elizabeth, pedang besarnya dia taruh di punggungnya. Pedang itu terlihat berat, hanya Elizabeth yang bisa menggunakannya. Para bawahan lain juga membawa pedang kecil dengan dua mata yang tajam. Mereka siap menggorok leher bangsawan di sini. “Kalian, menyebarlah,” suruh Zero pada seluruh bawahannya yang ada. “Ingat perkataan Tuan Yvonne, jangan membunuh putri mereka. Cukup para prajurit dan kepala keluarga.” Giginya menggertak hingga menimbulkan suara, buih-buih dari mulutnya mengalir seolah dia begitu haus darah. Elizabeth, dia mulai bergerak dan berkata, “waktunya menghancurkan kepala.” Para bawahan lain mulai menyebar, berlari dengan teratur meninggalkan Zero sendirian. Zero, bergerak dengan tenang. Dia berjalan, menuju ke tempat kepala keluarga. [Me and the Underworld] “Padahal aku pulang untuk beristirahat, tapi tak disangka rumahku malah diserbu.” Sosok itu berjalan dengan penuh ketegasan, dadanya bidang. Umurnya terlihat seperti kepala tiga, rambut merahnya terurai terkena angin saat dia membuka jendela. Mata hitamnya memandang ke para prajurit miliknya yang memasuki mansion. “Tuan Desmond Spearblood, saya akan menghadapinya. Anda beristirahat saja,” suruh sebuah sosok di belakang Desmond yang melihat ke luar jendela. “Blare, jangan kaku begitu. Kau kan adikku sendiri.” “Entah kenapa firasatku buruk, suruh Priscilla dan ibunya untuk pergi dari mansion ini. Kita akan memancing musuh yang ada, gunakan rute jalan belakang,” suruh Desmond pada adik lelakinya. “Putri dan istrimu? Akan kusiapkan beberapa prajurit untuk mengawal mereka,” ungkap Blare, adik lelaki dari Desmond. “Nah begitu, dia jadi tak terlalu kaku seperti tadi,” pikir Desmond di benaknya. Blare, dia berjalan menjauh—mengambil tombak tajam yang ada di tangan sebuah patung pahatan. Dia melemparnya dengan tegas ke kakaknya sendiri. Desmond, dia menangkap senjatanya. “Terima kasih,” gumam pria itu. “Kau? Punyamu mana,” tanya Desmond, kepala keluarga Spearblood. Blare, dia berjalan dengan penuh kepercayaan diri ke arah pintu. Dia membuka pintu itu, menghadap ke arah kakaknya dan berkata, “aku akan segera mengambilnya.” [Me and the Underworld] “Kabur? Mau ke mana kau,” teriak Elizabeth. Sendirian, melawan sepuluh prajurit sekaligus. Tanpa teknik, gerakan dan hal apa pun, dia hanya mengayunkan pedang beratnya murni dengan tenaga. Ini kekuatan fisik seorang Licanthrope suku harimau. Tak seperti suku lainnya, suku harimau hanya ada satu jenis. Dan Elizabeth, binatang itu berasal dari sana. Gadis rapuh, tetapi dia berusaha untuk terlihat kuat dan berani di depan binatang jalang. Rambut merahnya terurai panjang, matanya bergetar penuh ketakutan. Memegang tombak dengan kedua tangan, kakinya mengigil, rasa dingin menusuk tulang belakangnya. Alodie, satu satunya keturunan dari keluarga Spearblood. Dia mengacungkan tombaknya saat melihat Elizabeth mengibaskan pedang besarnya melawan puluhan prajurit. Monster, yang di depan matanya adalah monster menakutkan tak berperasaan. Dia harus menggigit untuk hidup, dia harus melawan dengan segenap kemampuannya. Satu satunya yang tersisa adalah dirinya. Semua prajurit bawahannya sudah dibasmi seolah menepuk serangga. Elizabeth bergerak, menghunjamkan pedang beratnya ke arah Alodie. Namun, putri itu menahannya dengan punggung tombaknya. Tubuhnya terpental jauh hingga membentur tembok, tak sanggup menahan bentrokan yang besar. Elizabeth melompat, mengarahkan pedang besarnya untuk menghancurkan kepala Alodie. Namun, sebuah tombak menancap ke lantai menghentikan pergerakannya. Sebuah tendangan kasar melesat ke perut binatang itu hingga terpental jauh. “Alodie, kau tak apa?” tanya seseorang. Satu mangsa telah datang ke mulut Elizabeth. Mata Alodie mulai melihat harapan, dia berdiri dan mengatakan, “Iyaa, aku tak apa-apa paman.” “Di mana Nona?” tanya Blare Spearblood kepada ponakannya. “Ibu? Aku tak tahu.” Alodie menggumam, dia bangkit—berdiri dengan tegas di belakangnya. Dia mengambil tombaknya yang terjatuh. Puluhan prajurit sebagai bala bantuan telah datang bersamaan dengan kedatangan Blare Spearblood, paman dari Alodie Spearblood. Kedatangan mereka diiringi rasa aman dan percaya diri terhadap kemenangan. Namun, itu sia-sia di hadapan keperkasaan Elizabeth. Blare melirik ponakannya, dia mengetahui jika Alodie ingin ikut melawan. Namun, perintah kepala keluarga adalah mengamankan rute mereka pergi. “Alodie, hentikan itu.” Hanya dengan satu perkataan pamannya, Alodie menganggap rendah dirinya sendiri. Dia merasa dirinya tak cukup kuat untuk ikut bertempur. Padahal, dia adalah calon pewaris kursi ayahnya. “Perintah ayahmu adalah untuk mengamankan rute kau dan ibumu kabur,” ungkap Blare. “Ikuti prajurit ini, cari ibumu kabur dan pergi lewat rute yang disiapkan.” “Oi, kenapa aku diabaikan.” Teriakan mengerikan terdengar bersamaan dengan hantaman pedang besar ke arah Blare. Pria itu menangkisnya, mengalirkan gerakan musuhnya ke lantai mansion. Dengan cepat dia memutar tubuhnya, menusukkan ujung tombak pada binatang itu. Alodie menelan ludahnya melihat pertarungan mereka, dia menggenggam erat tombaknya, “baiklah. Paman, hati-hati. Licanthrope itu kuat.” Blare mengangguk menanggapi perkataan ponakannya. Dia memutar tombaknya ke belakang, ujung tombak itu di arahkan ke Elizabeth. “Aku tahu,” kata Blare. [Me and the Underworld] Berat. Tiap serangan dari Elizabeth terasa berat. Pertarungan mereka bahkan menghancurkan seisi ruangan. Itu wajar, pedang yang dia bawa saja memiliki berat 100 kilogram. Hanya dengan ayunannya saja sudah menghasilkan kerusakan yang destruktif. “Dia kuat, serangannya terasa acak dan sulit ditebak karena tak ada teknik. Namun, aku masih bisa melihat arahnya.” Blare berpikir sambil bertarung melawan Licanthrope itu. Dia hanya bertahan menghadapi serangan berat lawannya. Namun, tubuhnya perlahan akan hancur karena tekanan saat menahan serangan itu. “Ada alasan dibalik nama Spearblood,” Blare berteriak. Dia menyayatkan telapak tangannya ke ujung tombaknya. Darahnya menutupi ujung senjatanya, itu adalah teknik khusus keluarga mereka. Menggunakan darahnya sendiri untuk memperkuat serangan. “Tombak pertama, serangan tiga tusukan.” Darah menusuk tajam, menghunjam ke arah Elizabeth seolah siap melubanginya. Namun, Beth menghindar dengan insting buasnya, dia meloncat—menggunakan dinding untuk memantulkan dirinya dan menebas ke arah punggung Blare. Punggungnya memar, meneteskan darah yang mengalir membasahi lantai. Dia terkena serangan telak dari Licanthrope itu, ini kekuatan sesungguhnya dari ras harimau. “Tombak ketiga, gumpalan darah” Hanya dengan satu tebasan, seluruh darah Blare yang menempel di lantai terangkat. Seluruh darah itu ikut menyerang, menusuk dan menebas Elizabeth beberapa kali. Darah-darah di sana hanyalah budak yang mengikuti perintah Tuan mereka. “Mengesankan. Sungguh mengesankan. Kekuatan mengerikan yang mampu merobek kulitku,” puji Elizabeth pada bangsawan itu. Beth menarik nafasnya—mengumpulkan seluruh tenaga yang di milikinya. Menebaskan pedang besarnya hingga membuat Blare terpental jauh. Bangsawan itu terpental keluar menabrak dinding. Bahkan dinding mansion juga ikut jebol karena serangan super itu. Blare terpental jauh di ujung. Dia terbaring lemas di rerumputan, taman bunga milik keluarga bangsawan. Tak disangka, serangan Beth bahkan mampu membuat lubang besar di dinding mansion. Elizabeth, berdiri dengan tegas dari dalam mansion. Dia berdiri di lubang yang dibuatnya, melihat Blare dengan penuh hinaan seolah sebuah sampah. Binatang itu melompat dari tempatnya. Lompatan yang begitu tinggi seolah terbang di udara, “Aku adalah E-LI-SA.” Perlahan, dia menghantamkan pedang besarnya ke tubuh Blare. “Beth!!”. “Aku Beth, Elizabeth.” Serangan kuat menghancurkan seluruh tanah di sekitarnya seolah terkena batu besar yang jatuh dengan kecepatan tinggi. Remuk, hancur, hanya itu dua kata yang bisa mendeskripsikan keadaan tubuh Blare. Sungguh bangsawan yang malang. “Sekarang, ayo mengejar tikus yang melarikan diri.” [Me and the Underworld] “Apa kau pemimpin dari orang yang menyerang rumahku?” suara itu terdengar di antara teriakan orang yang ditebas Zero dengan cakarnya. Pelan, terdengar tegas dan tangguh. Ketukan dari suara sepatu yang melangkah berbenturan dengan lantai. Cepat, berirama dan langsung mendekat ke arah Zero. Tombaknya yang dilapisi darah mencoba mengoyak anjing itu menjadi beberapa bagian. Namun, Zero sudah cukup terlatih. Dia bisa menghindari tombak yang datang. Pukulan kuat, lurus mendarat di dagu Desmond Spearblood. Tak kehilangan keseimbangan, dia langsung memutar tombaknya melewati tubuhnya sendiri, menggunakan pangkal tombak untuk mendorong tubuh anjing itu menjauh. Dia harus terus menjaga jarak dari Licanthrope itu. “Bisa dibilang begitu,” gumam Zero menjawab pertanyaan lawannya. “Tombak keempat, memotong adonan” Darahnya yang menetes jatuh ke lantai berubah menjadi tombak panjang yang menebas ke arah Zero. Serangan demi serangan dia hindari dengan cekatan, tapi itu tak berpengaruh untuk serangan selanjutnya. Desmond Spearblood, tokoh yang baru saja kembali dari perang. Walau dia sedang kembali karena terluka, tapi dia cukup percaya diri bisa menghadapi para begundal itu. Itu karena, Desmond dengan teknik darah keluarganya mampu melubangi perut Tetua ke empat dari ras High Elf saat perang. Serangan darah yang mampu memberikan serangan fatal. “Tombak ketujuh, menusuk langit” Serangan lurus ke depan, melesat dan meluluhlantakkan segala yang berada di depan. Zero, bahunya terluka karena tusukan kuat itu. Namun, Zero masih terlihat segar bugar seolah itu bukanlah serangan mematikan. Zero, dia menarik tombak itu, memaksa lawannya bertarung jarak dekat di dalam medan yang di kuasainya. Satu cakaran darinya menyayat dada Desmond hingga terkoyak. Darah bangsawan itu menetes, terciprat ke udara. Tapi, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Desmond tersenyum seolah kegirangan. “Tombak kelima, hujan jarum darah.” Sungguh aneh. Tetesan darah berubah menjadi benda tajam yang menusuk ke arah Zero. Darah itu bergerak ke satu arah seperti hujan paku. Serangan yang mampu meruntuhkan siapa pun. “Sayang sekali, jika hanya ini aku masih bisa menahannya,” ledek Zero. Dia lagi-lagi mencoba mendekati Desmond. Meloncat mencoba menggigit leher bangsawan itu, tetapi Desmond menundukkan dirinya. Desmond, dia menusukkan tombaknya ke atas, serangan telak ke perut Zero. Setelah itu, dia mengayunkan tombaknya menjauh dan melempar Zero hingga membentur dinding. Lagi dan lagi, Zero masih bisa bangkit. Dia begitu tahan terhadap serangan musuhnya. “Hanya ini? Ini bahkan jauh lebih lemah dari serangan Tuan Yvonne.” Zero, dia merobek jubah hitamnya sendiri. Dia memperlihatkan luka yang ada pada seluruh tubuhnya. Bekas patah tulang dan luka yang begitu banyak. “Apa kau tahu bagaimana aku berlatih? Aku bertarung dengan Tuanku sendiri agar aku bisa bertahan melawan musuh sekuat apa pun.” “Selama lima tahun, tiap hari aku melawan beliau dalam pertarungan satu lawan satu di situasi hidup dan mati” Penuh kepercayaan diri, dia bersikap begitu tangguh. Walau berdarah, serangan Desmond terasa menggelikan untuknya. “Siapa kalian? Apa sebenarnya tujuan kalian?” tanya Desmond padanya. Dia terlihat gugup, mencoba menebak apa tujuan lawannya. “Kami, Assailant akan merevolusi Kekaisaran ini,” ungkap Zero padanya. Desmond, dia menggertakkan giginya, mencoba mengumpulkan seluruh kekuatannya. Dia menyayatkan telapak tangannya, mencoba menghasilkan lebih banyak darah untuk memperkuat serangannya. “Baiklah, mulai sekarang aku akan serius.” Desmond menarik tombaknya, mencipratkan beberapa darah ke lantai. Dia mulai memasang kuda-kuda, bersiap untuk menyerang lawannya. “Sama, aku akan serius sekarang,” Zero mencoba mengimbangi lawannya. “Desmond Spearblood, kepala keluarga bangsawan Spearblood” “Zero, Licanthrope ras anjing putih yang terakhir. Eternal Sword dari Assailant” Keduanya mulai maju dengan kecepatan tak ter bayangkan. Tebasan tombak dan cakaran saling mengenai masing-masing. Mereka sedang berdansa, berbicara dengan kekuatannya, seperti lelaki sejati. Hancur, seluruh lorong di sana telah hancur. Dinding terbelah, langit-langit lorong yang rusak. Seluruh jendela kaca telah pecah karena getaran yang di timbulkan. Setara, keduanya bertarung dengan sengit. Zero berhasil menggigit lawannya di lengan, dia bahkan berhasil menjatuhkan Desmond dengan ekornya. Tak mau kalah, Desmond menendang anjing itu menjauh, dia melakukan tiga tebasan telak pada Zero. “Tombak kesepuluh. Tusukan kekuatan penuh” Ini dia, serangan terkuat dari lawannya. Menggunakan darah dirinya dan musuhnya sendiri untuk membentuk tombak besar yang menerjang. Serangan ini bahkan mampu menembus pertahanan terkuat dari tokoh ras High Elf dalam perang, yaitu Tetua keempat. Zero terkena serangan itu secara telak. Tombak darah besar telah menembus tubuhnya, menembus—melubangi perutnya. Di belakang Zero, seluruh mansion telah hancur karena dampak dari serangan itu. Diam, tak bergerak, kedua orang itu diam membeku satu sama lain. Zero berhasil mencekik Desmond walau perutnya terkoyak. Cekikan kuat, dia mencengkeram leher musuhnya. Melumat tulangnya hingga melebur. Dengan kekuatan penuh, Zero mengangkat Desmond dengan satu tangan. Dia membantingnya ke lantai. Mengangkatnya lagi dan membenturkannya ke dinding. Dia lakukan berkali kali hingga Desmond kehilangan kesadaran. Berkali kali hingga itu terlihat seperti pemandangan yang tak lazim. Perlahan, darah yang menyelimuti tombak besar dan tebal itu terjatuh. Darah kaku yang melapisinya menjadi cair kembali dan membasahi lantai. Sekarang, di perut Zero hanya ada sebuah tombak biasa. “Kau kuat, walau serangan tadi masih dibawah level serangan terkuat Tuan Yvonne. Namun, aku mengakui jika dirimu kuat.” “Menggunakan darah untuk menyerang sama saja dengan menukar nyawamu dengan serangan kuat. Kesalahanmu hanyalah mencoba adu siapa yang akan bertahan denganku, itu sebabnya kau kalah,” pikir Zero di benaknya. Sudah di pastikan, Desmond Spearblood telah tewas di mansionnya sendiri. Apakah ini akhir dari keluarga marquess yang berjaya. “Huhh? Tunggu, suara ini!!” Zero segera bergerak dari tempatnya. Pendengaran tajamnya mendengar sesuatu yang berasal dari tempat yang cukup jauh. [Me and the Underworld] Gerakan kaki cepat, terburu-buru hingga menabrak pohon. Telapak tangannya berkeringat, matanya bergetar. Alodie, dia secara tak sengaja berpencar dengan ibunya. Semua prajurit yang mengawal rute melarikan diri telah dihabisi oleh Elizabeth. Padahal dia masih ingin bersama dengan ibunya, namun takdir berkata lain. Sepertinya, Alodie akan tewas hari ini. Tewas diremukkan pedang besar. Berlari dengan dikendalikan rasa takut, tentu harimau seperti Elizabeth bisa mencium perasaan itu. Ini adalah perasaan menyenangkan dari predator puncak yang memburu mangsa. “Ketemu kau,” lirih Elizabeth. Alodie yang tak sengaja mendengarnya menoleh ke belakang. Dia melihatnya, binatang predator haus darah yang membawa pedang besar sedang meloncat ke arahnya. Elizabeth, dia siap menerkam leher musuhnya. Sebuah pukulan kuat di dagu Elizabeth, membuat harimau itu terguling menjauh dan gagal menerkam mangsanya. “Biar kutanya. Sebenarnya, apa yang kau lakukan!” bentak Zero pada bawahannya. “Tuan Zero, kenapa kau menghalangiku,” teriak Elizabeth padanya. “Kau mau melanggar perintah Tuan Yvonne? Beliau memerintahkan kita untuk menghabisi kepala keluarga, tapi kau malah serakah dan mengincar yang lain.” Elizabeth bangkit dari tanah yang memeluknya, berdiri perlahan di tempatnya terjatuh. Beth mengangkat pedang besarnya, menaruhnya di atas punggungnya. Perlahan, dia menghela nafasnya. “Anda ingkar janji,” gumam Elizabeth. “Apa? Tentang apa?” tanya Zero, dia berdiri di hadapan Alodie seolah melindunginya. Perlahan, Elizabeth menggertakkan giginya seolah kesal terhadap sesuatu. “Tiga tahun lalu, kau menghajarku dan bawahanku dengan alasan merekrut. Kau bilang jika mengikutimu, kami bisa menghajar seseorang,” teriak Elizabeth. “Memang, tapi kau tak boleh melanggar perintah. Aku tahu sifatmu, kau akan dengan sukarela mengikuti orang yang lebih kuat, makanya aku membawamu.” “Benar, tiga tahun lalu, kau lebih kuat. Zero, apa kau mau mencoba taringku lagi? Ayo kita bertarung tanpa memedulikan embel-embel jabatan. Hanya di antara kita.” “Beth, hentikan ini. Kau itu pewarisku, aku tak ingin menghajar murid yang kulatih. Kau suka mengikuti perintah yang kuat bukan, maka turutilah perintah Tuan Yvonne.” Zero, dia mulai menurunkan kewaspadaannya. Dia merasa jika menyebutkan nama Yvonne, mungkin setidaknya Beth akan menurut. “Yvonne? Maksudmu Nona Yvonne. Dia hanya gadis lemah. Aku tak mau mengikutinya, aku bahkan tak pernah melihat dia menunjukkan kekuatannya selama ini.” “Situasi ini, sama persis dengan perkiraan Tuan Yvonne,” pikir Zero di benaknya. Zero, dengan sengaja Zero menutup matanya sambil menghembuskan nafas. Bibirnya mulai bergerak, “kalau begitu ayo kita kembali, akan kuminta beliau untuk menunjukkan kekuatannya.” Satu hantaman keras dengan pedang besar mengenai Zero. Membuat anjing itu terguling-guling menjauh. Kini, hanya ada Beth dan Alodie yang gemetar ketakutan. Hanya ada mangsa dan predator yang berhadapan. Beth, mencengkeram kaki Alodie dengan kuat, dia melemparnya ke udara hingga begitu tinggi. “Argh,” teriak Alodie. Nampaknya kakinya patah saat dilempar, patah karena tenaga kuat Elizabeth. Dia terbang melayang, Jauh lebih tinggi dari benda apa pun di sekitarnya, Alodie melayang bebas di udara. Perlahan, dia berhenti di satu titik. Tubuhnya turun, mulai menuju tanah, dia ditarik paksa oleh gravitasi. Seorang anjing meloncat dengan cepat ke dahan pohon, dia menangkap—memeluk Alodie yang terjatuh. Zero, dia memeluknya, menahan benturan dengan tubuhnya sendiri. Zero, dia berdiri kembali dan melepas Alodie dari pelukannya. “Apa yang sebenarnya terjadi. Mereka rekan, kenapa malah saling berkelahi,” pikir Alodie di benaknya. “Lalu, kenapa anjing ini melindungiku,” pikirnya lagi. Masih bingung mencerna keadaan, dia masih terlihat ragu dengan pikirannya sendiri. “Aku akan memanfaatkan situasi ini untuk kabur saat ada celah.” “Tenang saja, aku sudah memanggil beliau. Lagi pula, situasi ini sudah diperkirakannya,” ungkap Zero. Sepertinya dia berbicara pada putri bangsawan itu. “Zero, lagi dan lagi. Kau menghalangiku,” teriak seseorang dari kejauhan. Dia mulai mendekat—menyeret pedang besarnya yang menimbulkan bekas di tanah. “Minggirlah Zero, atau kau akan kuhantam juga,” gertaknya. “Jadi hanya ini?” ledek seorang gadis di sana. Berdiri di atap mansion—penuh kesombongan yang dipancarkannya. Memandang rendah semuanya seolah dia adalah yang terbaik, kesombongan mutlak yang terpancarkan. Rambut pirangnya berkibar terkena angin, bersinar terkena cahaya rembulan yang menerpa. Wajah yang elok, mata merah darah yang memandang rendah, sosok beliau yang dari tadi Zero sebut. Yvonne, dia telah datang. Yvonne, datang tanpa membawa senjata apa pun. Hanya mengenakan baju hitam ketat, dia bahkan tak memakai apa pun untuk menutupi wajahnya. dia sengaja memperlihatkan wajah ikonik yang memimpin perburuan bangsawan. Yvonne, memandang rendah mereka bertiga. Matanya yang penuh kepercayaan diri bergerak—melirik ke arah Elizabeth. Bibirnya bergerak, dia mulai mengatakan sesuatu. “Elizabeth. Julukan yang kuberikan untukmu ternyata benar.” “Fisikmu, setara denganku.”

❤️ 💙 🔥 🙏 4
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/7/2025, 1:19:22 AM

Di antara hijau pohon yang begitu rindang. Semilir angin menyapa melewati telinga dan di antara kaki. Cuaca yang terasa sejuk karena embusan sepoi. Langit yang cerah, tapi ibu dan anak itu tak merasa panas karena dipayungi pepohonan. Di dalam hutan yang tak berani di pijak manusia dan di dekati para monster buas. Hutan itu seolah menjadi tempat tabu yang tak pernah boleh di masuki jika masih sayang nyawa. Karena, hutan itu adalah wilayah kekuasaannya. Makhluk terkuat di dunia, sang naga. Hutan itu adalah wilayah Nevanesce, Naga teleportasi, salah satu dari tiga naga agung. Namun, Yvonne bahkan bebas memasuki dan mengelola tempat itu. Dia adalah orang yang berani membuat kontrak dengan naga. Saat ini, dia berada di sana, berjalan di dalam hutan dengan putri kecilnya menuju arah markas besar mereka. “Bagaimana? Apa yang tadi itu seru, mhmm?” tanya Yvonne pada malaikat kecilnya. “Lain kali aku ingin pergi melihat matahari terbenam bersama dengan mama,” ajak Violette kecil pada Yvonne. Bocah yang bersih, polos, dan ceria. Namun, dia memiliki suatu hal yang menyakiti hidupnya, dia adalah anak yang seperti itu. Yvonne tersenyum, dia melepaskan tangannya yang menggandeng putrinya. Yvonne membuka mulutnya, dia mengatakan, “baiklah, akan kucarikan tempat yang bagus.” “Tebing, gunung, pantai, atau langsung dari langit. Kira-kira melihat dari mana yang paling indah ya?” “Bagaimana menurutmu, Vio?” tanya Yvonne pada putri kecilnya. Namun, tak ada jawaban dari malaikat kecil itu. Tak ada respon sekecil apa pun. Yvonne menengok ke bawah, ke arah Violette sebelumnya berada. Hanya ada rumput kosong di sana. Yvonne menoleh ke belakang, dia melihat sesuatu di sana. Gadis pirang itu membalikkan badannya, berjalan perlahan mendekat ke tempatnya melihat. Di sana, Violette. Gadis kecil itu duduk, bersantai sambil mengelus-elus benda berbulu kecil. Putih—hampir abu- abu, bulu yang panjang dan lembut. Tampilan tak berdaya yang menggemaskan. Violette mengelus-elus hewan kecil itu dengan tangan mungilnya. Perlahan, penuh kasih sayang dan ke hati-hatian takut menyentuh luka hewan itu. “Ini serigala,” pikir Yvonne saat tepat berada di belakang putrinya. “Mama. Apa mama juga bisa menyembuhkan binatang?” tanya Vio kecil pada Yvonne. Yvonne, gadis itu mengetahui sesuatu di pikiran putrinya. Dia pasti ingin menyembuhkannya, pasti itu yang dia pikirkan. Karena Violette adalah bocah dengan pemikiran polos, bersih dan murni. “Iyaa, mama memiliki pengetahuan untuk hal itu. Ada apa memangnya?” tanya Yvonne. “Apa mama bisa menyembuhkan anjing ini?” gumamnya. Matanya berbinar, dia benar-benar tak ingin melihat anjing itu terluka. Violette hanya tak tega melihat makhluk lain kesakitan, karena dia sendiri juga mengalami hal itu. “Iyaa, aku bisa. Namun, percuma jika serigala ini disembuhkan.” Yvonne ikut duduk di samping putrinya. Dia menggendong malaikat kecilnya, memindahkannya di pangkuannya. Tangan lentik Yvonne mulai meraba seluruh tubuh bayi serigala kecil itu, dia mencari tahu seberapa parah lukanya. “Namun, beberapa tulang rusuknya retak dan sendinya berada di posisi yang salah. Kakinya juga patah, seperti terbentur sesuatu. Kemungkinan, dia selesai jatuh dari ketinggian lalu menghantam suatu batu tumpul.” “Aku bisa menyembuhkannya, tapi tak ada keuntungan yang bisa kuambil untuk itu loh” tolak Yvonne. Wajah Vio mulai memerah, pipinya menggembung, dia meloncat dari pangkuan Yvonne. “Ayo sembuhkan,” suruh Violette. “Tak perlu, tak ada keuntungan yang bisa diambil,” sanggah Yvonne sambil menghela nafas. Yvonne menyingkirkan poni Vio kecil yang menghalangi wajahnya. Dia juga mencubit pipi putrinya itu. Yvonne seperti mempermainkan gadis itu. “Tak bisa, dia harus di sembuhkan. Jika sudah sembuh, aku akan memeliharanya, lalu aku seru jika bermain dengan anjing ini,” Violette tak ingin kalah melawan argumen kuat Yvonne. Violette menaruh kedua tangannya di pingul, dia seolah marah menghadapi sifat mamanya. “Aku sering kesepian loh jika tak bersama mama. Makanya, aku butuh teman bermain, kebetulan ada anjing ini,” ungkap Vio kecil. “Tapi itu bukan anjing, itu serigala,” sanggah Yvonne. “Mama, ini seekor anjing. Berbulu, punya empat kaki, hidung hitam, dan menggemaskan. Dia seekor anjing!” Pekik Vio kecil. “Mama saja punya peliharaan, lalu kenapa aku tak boleh?” tantang Vio pada Yvonne. “Elwiss itu seekor hamster. Dia bukanlah binatang buas seperti serigala,” sanggah Yvonne. Elwiss, nama dari hamster peliharaan Yvonne. Dia memberikan nama itu karena terinspirasi dari bunga favoritnya, Edelweiss. Hamster itu juga putih, mungil seperti bunga itu. “Tapi dia seekor anjing,” Vio kecil masih terus menganggap hewan itu seekor anjing, padahal dia serigala. Jadi, Yvonne akan menjelaskan sesuatu padanya. “Canis Lupus, jenis serigala abu-abu yang memiliki kekuatan gigitan sekuat 1500 psi. Itu serigala, sudah jelas itu serigala. Tak ku izinkan memeliharanya. Tak boleh, dia berbahaya,” sanggah Yvonne. “Nye nye nye nye nye. Aku tak dengar, aku tak dengar penjelasan mama. Pokoknya dia itu seekor anjing,” ledek Violette pada Yvonne. Yvonne melihat tingkah laku menjengkelkan putri kecilnya. Namun, dia hanya membiarkannya seperti itu. Yvonne hanya menghela nafas, mulai menggendong serigala kecil itu. “Untuk saat ini akan ku pantau dulu situasinya,” pikir Yvonne. “Baiklah, mama akan menyembuhkannya. Namun, kamu harus berjanji agar merawatnya dengan baik,” suruh Yvonne. Sepertinya satu satunya orang yang bisa mengalahkan Yvonne hanyalah putri kecilnya. “Yayy,” teriaknya. Gadis itu begitu gembira, rambut peraknya berkilau seakan harta yang tersembunyi. Kini dia tak akan lagi bermain sendirian, dia sudah memiliki teman berbulu. Vio kecil melompat tepat ke pelukan Yvonne, lalu dia membisikkan, “terima kasih mama.” Yvonne tersenyum, berdiri dan melepaskan Violette dari pelukan hangatnya. Yvonne mengangkat serigala kecil itu dengan kedua tangannya, perlahan—penuh rasa waspada akan sesuatu. “Jadi, kamu akan memberinya nama apa,” tanya Yvonne pada putri kecilnya. Yvonne mulai berjalan menjauh, Vio kecil segera mengikuti di sampingnya—menuju ke markas mereka. “Mama, dia seekor anjing,” ketus Violette. Dia masih kekeh tak menerima kenyataan jika itu seekor serigala. Dia anak kecil yang polos. “Iyaa dehh iyaa,” respon Yvonne santai. “Aku belum memikirkan nama untuknya,” jawab Vio. “Namun, yang terpenting adalah. Kenapa ada yang mengawasi kami.” Yvonne berpikir. Dia menoleh ke belakang, tetapi tak ada siapa pun di sana. Di luar dia terlihat santai, namun di dalam penuh dengan rasa waspada. “Ini adalah wilayah Nevanesce. Dia adalah naga, orang sekuat dia pasti tahu jika ada yang memasuki wilayahnya. Aku dengan sengaja mengulur waktu berbicara dengan putriku untuk menunggunya datang. Apa Nevanesce tak merasakan keberadaannya?”. Yvonne terus melangkah dengan santai. Menggandeng putrinya di sebelah kiri, sementara itu satu tangannya membawa serigala itu. Dia berjalan sambil memikirkan situasi yang membuatnya merasa waspada. Perlahan, sorot matanya tertuju ke serigala yang berada di gendongannya. “Sudah kubilang barusan jika penyebab luka hewan ini adalah karena terjatuh dan terbentur benda tumpul. Aku sudah mengetahui seluruh area kekuasaan Nevanesce, tapi di sekitar tempat serigala barusan tak ada tempat yang seperti itu,” pikir Yvonne. Dia penuh dengan rasa waspada. “Atau dia yang menaruhnya? Benar, ada kemungkinan seperti itu.” Langkah kaki Yvonne terhenti. Dia membalikkan badannya, menghadap ke belalang sambil mengatakan, “keluarlah!” “Apa yang kau inginkan? Orang sekuat dirimu bisa membunuhku saat itu juga. Berarti, kau tak ingin bermusuhan denganku bukan? Keluarlah, katakan sesuatu.” Yvonne menggenggam tangan Violette dengan kuat. Cukup kuat hingga Vio kecil merasa takut. Violette merasakan ada sesuatu yang tidak beres yang membuat mamanya menjadi waspada. “Mama, ada apa,” tanya Vio kecil. Yvonne mengabaikannya, dia masih menatap ke arah itu. Penuh kewaspadaan dengan entitas tak diketahui yang ada di sana. Perlahan, tangan Vio kecil bergetar. Tubuhnya lemas, kepalanya terasa berat—Violette membungkuk tanpa dia sadari. Suatu hal terasa meledak di dalam tubuhnya, tepat di dadanya. Cairan merah keluar dari hidung Violette. Sudah di pastikan itu adalah darah, dia mimisan. “Mama,” lirih Vio. Yvonne terkejut, dia langsung menggendong Vio kecil dengan cepat. “Sial, penyakitnya kambuh,” pikir Yvonne. Dia dengan cepat menggunakan sihirnya—teleportasi ke suatu tempat sambil membawa putrinya. Tempat itu penuh keheningan, Yvonne sudah pergi tanpa meninggalkan jejak apa pun. Namun, dia yang dari tadi mengawasi Yvonne. Sosok kuat, bersandar di balik pohon, dengan ekspresi rumit yang tak dapat dipahami. Bahkan wajahnya tak dapat dilihat. “Tak di sangka, aku terdeteksi,” gumam sosok itu. “Aku melemah? Atau aku terbawa perasaan.” Memang, tak bisa di pastikan dia siapa dan apa tujuannya. Namun, bisa dipastikan dia adalah orang yang menghabisi iblis di hadapan Yvonne. Penyihir misterius berambut perak dengan bawahan seorang elf. [Me and the Underworld] Cahaya dari lampu sorot, kasur dengan lapisan kain putih yang bersih. Suasana hening tanpa kebisingan. Jarum dan infus yang menusuk di salah satu lengannya. Violette, terbaring lemas di sana. Yvonne duduk tepat di sampingnya, di dalam kamar itu menunggu putrinya sadar. Ini adalah rumah sakit yang dia bangun dengan pengetahuan dan usahanya sendiri. Rumah sakit khusus untuk bawahannya yang berada di wilayah sang naga. Tempat rahasia yang tak pernah diketahui publik. Duduk, penuh rasa takut dan khawatir. Matanya bergetar hebat, berair—hampir menetes keluar. Yvonne mengepalkan kedua tangannya di ujung dagunya. Dia menunggu putrinya, dia tak ingin malaikat kecilnya merasakan sakit lagi. “Ini salahku. Aku sudah tahu jika tubuhnya rapuh, tapi aku tak menggendongnya hanya karena dia tak mau.” Di antara keheningan ruangan yang sepi, Yvonne menggumam. Hanya ada mereka berdua di kamar itu. Langkah kaki menggema di ruangan itu, memantul hingga menuju telinga Yvonne. Perlahan, seseorang berjalan mendekati gadis yang sedang bersedih itu. Berkacamata, langkah kaki perlahan, baju putih bersih, membawa catatan paramedis. Dia salah satu bawahan Yvonne, dari ras manusia. “Bagaimana hasilnya? Luca,” tanya Yvonne pada perawat yang datang. Dia terlihat ragu, bahkan sedikit takut untuk mengatakan hal di dalam catatan. “Maaf, ini efek dari penyakitnya. Tubuh Nona cukup rapuh, bahkan terlalu.” Dengan cepat, Yvonne memotong ucapannya dan mengatakan, “Ya, aku tahu itu. Aku sudah menelitinya, tapi aku belum mengetahui penyakit aneh apa yang di deritanya.” “Tubuhnya rapuh dan sering lelah. Dia tak bisa terkena cahaya matahari terlalu lama. Bahkan, mana juga menolaknya. Ini penyakit atau kutukan,” Yvonne menggumam, meratapi hal itu. “Maaf karena tim peneliti belum bisa memecahkan hal ini,” pinta Luca pada Tuannya. Luca, dia adalah salah satu bawahan Yvonne di organisasi Assailant, dia menjabat sebagai seorang Sword. Dia ahli dalam merawat seseorang, makanya Yvonne menempatkannya di rumah sakit ini. “Jika itu dia, pasti bisa memecahkan masalah ini. Namun, Dean pergi untuk ekspedisi mencari tahu sejarah dunia dan menyelidiki beberapa hal,” gumam Yvonne. “Ahh, sudahlah. Aku pasti akan menyelesaikan hal ini.” “Luca, kau boleh keluar dari ruangan ini. Siapkan kamar, aku akan memanggil para Eternal Sword,” suruh Yvonne. Luca terkejut, dia tak menyangka para orang berbakat seperti mereka akan dipanggil oleh Yvonne, bahkan tepat di hadapannya. Bagi Luca, ini merupakan sebuah kehormatan. “Baik,” jawabnya, dia menunduk dan melangkah pergi. Yvonne memegang anting logam pipih di telinga kirinya. Dia menyentuh kristal hijau di sana, sebuah kristal komunikasi. “Ayaa, apa kau sudah selesai?” tanya Yvonne. Tak lama kemudian, suara datang dari kristal kecil itu, “Iyaa Tuan. Saya sudah selesai.” “Laporkan itu nanti saja. Sekarang kau cepat kembali ke markas, lebih tepatnya di rumah sakit yang kubangun di sini. Selain dirimu, aku juga memanggil para Eternal Sword yang lain.” “Loh siapa yang sakit?” tanya Ayaa. Yvonne terlihat sedikit murung, namun dia menelan perasaan itu mentah-mentah. “Kau akan tahu nanti,” katanya. Yvonne memutus komunikasi dengan Ayaa. Lagi dan lagi, dia menyentuh kristal hijau kecil di antingnya. “Frederick, hubungi semua Eternal Sword. Suruh mereka kembali dan menemuiku di rumah sakit, termasuk dirimu.” “Apa Dean harus kupanggil juga?” tanya suara yang muncul dari kristal hijau itu. “Tidak, biarkan dia melanjutkan ekspedisinya.” [Me and the Underworld] Luca, perawat yang sebelumnya bertemu Yvonne. Dia berdiri tegak dan terlihat tegas di hadapan pintu. Dia berjaga dari luar, menjaga sebuah ruangan yang di dalamnya ada orang paling penting bagi organisasi. Yvonne Isabelle Coquette, ketua dari Assailant. Lagi pula dia tak ada pekerjaan, rumah sakit ini bahkan tak memiliki pasien, jadi dia berinisiatif menjaga ruangan itu. Seseorang telah datang, langkah kaki mendekat dengan irama yang tertata. Pria berambut pirang dan mata kuning, dia juga salah satu bawahan Yvonne. Marco, dia berjalan mendekati Luca dan berkata, “Katanya Tuan Yvonne mengumpulkan para petinggi.” “Ya, itu benar. Sepertinya penyerangan terhadap Kekaisaran Claudia akan dimulai,” ungkap Luca. Marco berhenti tepat di hadapan pintu. Dia menatap pintu kokoh itu, seolah memikirkah suatu hal di benaknya. Setelah itu, dia ikut menjaga ruangan itu di samping Luca. “Kenapa?” tanya Luca padanya. “Aku hanya ingin bertemu dengan para petinggi. Aku bahkan hanya pernah melihat Tuan Frederick,” ungkap Marco. “Tentu saja, mereka itu orang yang sibuk dengan pekerjaannya. Kebetulan aku pernah bertemu dengan semuanya, mau kujelaskan?” tawar Luca padanya. “Tentu, suatu kehormatan untukku.” Seseorang telah datang. Langkah kaki yang terasa tenang dan anggun. Kecantikan murni yang terpancarkan dari telinga lancip ciri khas para elf. Rambutnya yang panjang terurai hingga paha. Ayaa, wakil dari organisasi itu, dia melangkah mendekati mereka berdua. Luca dan Marco bahkan gugup karena atmosfer di sekitarnya. “Wow, Luca. Kau berkembang cukup banyak,” puji Ayaa padanya. “Tentu itu karena anda suka mengajak saya keluar untuk membeli camilan,” goda Luca pada atasannya itu. “Begitu deh. Seorang wanita harus menjaga tubuhnya, kulihat kau juga bisa melakukannya,” puji Ayaa sambil menggerayangi pinggul Luca. “Nona, hanya anda yang tak pernah gemuk walau makan cukup banyak,” celetuknya. Mendengar ejekan bawahannya, Ayaa tersenyum, itu hiburan yang matang. Tangan Ayaa perlahan terangkat ke atas dan menjewer telinga elf itu. “Aduh,” lirih Luca. “Sudah dulu ya, Tuan Yvonne menungguku,” pamitnya. Dia membuka pintu, dan melangkah memasuki ruangan. “Ohh iyaa, jika kau bertemu Kirara, katakan padanya untuk menemuiku,” suruh Ayaa sambil menutup pintu. “Kirara ya? Ada rumor yang mengatakan jika dia akan menjadi pewaris,” ungkap Marco. “Yahh, begitulah. Dia cukup berbakat hingga Nona Ayaa menjadikannya pewaris.” “Jangan ngobrol saat bertugas,” suruh seseorang yang berada di samping Marco. Rambut hitam terurai, mata berkantung tanda kurang tidur. Dengan setelan jas hitam mengkilat. Orang itu terlihat berkelas. “Lakukan pekerjaanmu dengan benar, fokus, aku benci orang tak kompeten,” ledeknya. Frederick, salah satu Eternal Sword yang memegang peran ekonomi untuk organisasi. Setelah itu, pria itu langsung masuk ke ruangan mengabaikan semua orang. “Sifatnya memang begitu, jadi jangan terlalu dimasukkan ke hati,” kata seseorang menghibur Marco dan Luca. Tinggi, rambut biru pendek sebahu, kulit tan yang terlihat manis untuknya. Mengenakan sebuah suit yang menampilkan lekuk tubuhnya. Hanya dengan berada di sekitarnya saja terasa dingin. “Ahh, Nona Rhea. Tuan Yvonne ada di dalam, beliau menunggu anda,” sambut Marco padanya. Rhea tersenyum ramah, dia melangkah masuk mengikuti Frederick. Kharisma yang dipancarkan gadis itu tak bisa diremehkan, karena dia adalah mantan komandan termuda sepanjang sejarah. “Yang tadi Tuan Frederick dan Nona Rhea bukan? Tuan Fred terkenal dingin dan tak punya emosi, keputusannya logis dan menguntungkan organisasi,” ungkap Marco. “Sementara itu Nona Rhea, walau dia hanya bisa menggunakan sihir es, tapi hatinya hangat. Dia ramah ke semua orang,” imbuh Luca. “Dan suka menjunjung keadilan,” sambung Marco. “Mereka ada di level yang berbeda. Aku bahkan tak merasakan kedatangan mereka,” gumam Luca. “Aku juga sama,” sambung Marco menanggapinya. “Ugh, bau ini. Bau infus,” gumam seseorang dari ujung lorong. Dia berjalan sambil menutupi hidungnya. Bau infus terasa cukup pekat karena dia adalah Licanthrope dari ras anjing . “Siapa yang sakit?” tanya Zero pada mereka berdua. “Penyakit Nona Violette kambuh,” ungkap Luca padanya. Tubuh tinggi dengan ekor putih yang berkibas-kibas layaknya anjing, telinga berbulu yang mungil. Rambut putihnya dia ikat ke belakang. Zero, dia langsung membuka pintu melangkah masuk tanpa salam atau apa pun. Berjalan santai seolah tak ada keraguan mengalir di langkah kakinya. “Ayaa, Rhea, Fred, dan Zero. Jika Dean pergi keluar, maka tersisa si kembar.” Marco, dia berpikir sebentar. Setelah itu dia memegang perutnya dan mengatakan, “Luca, maaf perutku entah kenapa terasa sakit. Toiletnya di sebelah mana?”. “Kau ini aneh, padahal tadi ingin bertemu dengan mereka. Namun, yah baiklah. Lagi pula di sini cukup aman, tak akan ada musuh yang berani menerobos masuk ke wilayah kekuasaan naga. Jadi sebenarnya tak perlu penjagaan juga,” katanya. Luca menunjuk ke sebelah kanan dan mengatakan, “ikuti lorong ini, belok ke sebelah kanan. Setelah itu belok kiri dan di sana ada toilet.” “Terima kasih.” Marco menunduk. Wajahnya lemas bahkan pucat. Sebenarnya apa yang dia makan hingga perutnya melilit macam itu? Padahal semua bawahan Yvonne di sini kebal racun. Mungkin, dia hanya memakan makanan pedas kemarin malam. Marco berjalan, tertatih tatih ke ujung lorong dan berbelok ke arah kanan. Dia telah menghilang dari pandangan Luca. Ekspresi rasa sakit itu telah tergantikan dengan wajah yang serius. Dia memasuki toilet, membasuh wajahnya dan bercermin. Memandang diri sendiri dengan ketat, apa yang di pikirkannya? “Sial, aku lengah,” gumamnya. Kilatan cahaya terlihat di cermin saat dia memandang. “Aku tak merasakan keberadaan mereka saat datang, yang bisa kurasakan hanya Frederick. Mereka semua monster yang berada di level berbeda.” “Ayaa, Zero, Rhea dan Frederick. Dean pergi berekspedisi. Jadi, yang tersisa hanyalah Riella dan Nino. Aku beruntung tak bertemu dengan Nino,” pikir Marco di benaknya. “Yang paling berbahaya untukku adalah Nino. Dia seorang Atreya dengan kekuatan ingatan yang mendetail. Dia juga mantan Eksekutif Hell Hound,” pikirnya. “Jadi, dia pasti sering pergi ke berbagai tempat. Dia pasti pernah melihat wajahku saat melayani putri Cordelia. Hanya dia yang perlu kuhindari bagaimanapun caranya.” Lukas, satu satunya bawahan yang di miliki Cordelia, putri Kekaisaran Claudia. Tak disangka rencana sang putri untuk menyelundupkan bawahannya ke dalam organisasi Yvonne berjalan lancar. Bahkan masih belum ketahuan hingga sekarang. Lukas bahkan mendapat nama baru di sana yaitu Marco. Lukas, dia menundukkan kepalanya. Membasuh wajahnya dengan air segar yang keluar dari kran. “Putri Cordelia, saya akan membawakan banyak informasi untuk anda. Walau satu tahun ini kita tak bisa bertukar cerita, akanku sampaikan ini bagaimanapun caranya,” gumam Lukas. [Me and the Underworld] Di dalam ruangan yang hening, ada seorang yang membuka pintu. Rambut hijau mereka berdua terlihat mencolok. Nino, langsung melompat ke atas sofa empuk. “Mana Nona Yvonne?” tanya Nino pada para Eternal Sword yang lain. Frederick menunjuk ke lemari dan berkata, “di sana.” Ayaa yang sedang menikmati kue kering di atas meja, dia terkekeh melihat hal itu. “Ahahaa, bisa bisanya kau tak menyadari keberadaan Tuan Yvonne. Kau mengira beliau belum datang ya,” ledeknya. Sementara itu, Riella, kakak kembar dari Nino mulai duduk di sofa, tepat di sebelah adiknya. Dia mencubit pipi Nino. “Bodoh,” ledeknya sambil tersenyum manis. Riella terlihat lebih kalem daripada Nino. Yvonne, yang berdiri mengamati dirinya sendiri di kaca lemari. Dia terlihat melamun, ekspresi berat dan rumit terukir di sana. Perlahan, bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu. “Ada yang ingin kusampaikan.” Yvonne, mulai duduk di sofanya. Duduk dengan tenang di antara semua bawahannya. “Persiapannya hampir selesai. Kita akan mulai menyerang Kekaisaran Claudia sekali lagi.” “Anda yakin? Bagaimana cara kita menembus barrier yang melindungi istana? Barrier sihir yang tak bisa dimasuki oleh siapa pun, bahkan oleh sihir teleportasi dan sejenisnya. Hanya orang yang diizinkan yang bisa memasukinya,” Ungkap Riella. “Itu benar. Aku dulu pernah mencoba memasukinya saat di tempat lamaku. Namun, itu berakhir dengan kegagalan,” sambung Nino. Sepertinya tempat lama yang dia maksud adalah Hell Hound, karena itu adalah organisasi tempatnya dulu berada. “Menurutku, lebih baik menyerang istana itu dilakukan saat pukulan terakhir. Kita harus menyingkirkan beberapa bidak yang melindungi di sekitar kaisar,” saran Frederick pada rapat itu. “Aku setuju, kejahatan terlalu besar. Jadi, harus diberantas perlahan-lahan,” ungkap Rhea. “Kita lakukan dengan cara lama. Menyingkirkan beberapa bangsawan dan lalat lainnya,” usul Ayaa. Yvonne tersenyum lega. Dia merasa bangga melihat bawahannya yang berkembang dibandingkan lima tahun lalu. Perlahan, dia mulai membuka bibirnya. “Yang kalian katakan itu benar. Aku sudah memikirkan bangsawan yang cocok untuk diserang.” “Namun, biar kuperingatkan sesuatu,” ancam Yvonne. Semua bawahan terlihat lebih serius saat dia mengatakan hal itu. “Kita telah bersikap pasif selama lima tahun. Jika kita bergerak, ini sama dengan sapaan untuk Cordelia.” “Aku sudah menyelidikinya. Dia memang secerdas rumornya,” ungkap Frederick. “Tentu, aku bahkan mengakui kemampuannya,” puji Yvonne. “Jadi, setelah penyerangan ini, umumkan kepada seluruh bawahan. Mereka hanya boleh menyelidiki dan melakukan tugasnya, bukan hal selain yang diperintahkan,” suruh Yvonne. “Baik,” jawab mereka bersamaan. “Jadi, Nona Yvonne. Bangsawan mana yang akan kita targetkan?” tanya Nino padanya. “Keluarga Spearblood.”

❤️ 💯 🫡 3
MTU 2 : Revolution
MTU 2 : Revolution
6/4/2025, 11:27:39 AM

Sebentar lagi terbit uyey

Post image
🔥 ❤️ 🍑 😂 😍 😮 7
Image
Link copied to clipboard!