Multaqa Du'at Indonesia
Multaqa Du'at Indonesia
February 5, 2025 at 11:19 PM
--- Hari 8 (Surat Al-Baqarah: Ayat 1-2) 1. Tafsir Ayat: الم (1) ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۖ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ (2) Tafsir Ibnu Katsir: Alif Lam Mim adalah huruf-huruf muqatta'ah yang hanya Allah mengetahui maknanya secara pasti. Sebagian ulama mengatakan huruf-huruf ini menunjukkan kemukjizatan Al-Qur'an yang tersusun dari huruf-huruf Arab biasa, namun tak ada yang mampu menandinginya. Dzalika al-Kitab berarti “Itulah kitab (Al-Qur'an) yang tidak ada keraguan di dalamnya,” menunjukkan kesempurnaan dan kebenaran mutlak Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Tafsir Al-Tabari: La raiba fihi menegaskan bahwa Al-Qur'an bebas dari segala bentuk keraguan, baik dalam kandungan maupun kebenarannya, yang menjadi cahaya hidayah bagi orang yang bertakwa. 2. Hadits dan Penjelasannya: "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari, no. 5027) Penjelasan: Hadits ini menunjukkan kemuliaan orang yang berinteraksi dengan Al-Qur'an secara aktif. Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa keutamaan ini mencakup semua aspek: membaca, memahami, menghafal, dan mengamalkan Al-Qur'an. 3. Permasalahan Fiqih: Hukum Membaca Huruf Muqatta'ah dalam Shalat: Mayoritas Ulama: Disyariatkan untuk membaca huruf-huruf muqatta'ah seperti Alif Lam Mim dalam shalat, sama seperti ayat-ayat lainnya karena bagian dari Al-Qur'an. Rujukan: Al-Mughni (Ibnu Qudamah), Fathul Bari (Ibnu Hajar) --- Hari 9 (Surat Al-Baqarah: Ayat 3-4) 1. Tafsir Ayat: الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) Tafsir Ibnu Katsir: Yukminuna bil-ghaib berarti mereka beriman kepada hal-hal yang gaib seperti Allah, malaikat, surga, neraka, dan takdir. Yuqiimuna as-shalah adalah menegakkan shalat dengan penuh kekhusyukan dan memenuhi rukun serta syaratnya. Yunfiquna berarti menginfakkan sebagian harta di jalan Allah, baik wajib (zakat) maupun sunnah (sedekah). Tafsir Al-Qurtubi: Keimanan yang sempurna mencakup iman kepada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan para nabi sebelumnya, serta keyakinan penuh terhadap kehidupan akhirat. 2. Hadits dan Penjelasannya: "Iman itu adalah percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik maupun buruk." (HR. Muslim, no. 8) Penjelasan: Hadits ini dikenal sebagai rukun iman. Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa iman bukan sekadar keyakinan di hati, tetapi juga harus diwujudkan dalam ucapan dan perbuatan. 3. Permasalahan Fiqih: Hukum Menginfakkan Harta di Luar Zakat: Mayoritas Ulama: Infak sunnah dianjurkan untuk mendukung dakwah, membantu fakir miskin, dan kebutuhan sosial lainnya. Rujukan: Al-Mughni (Ibnu Qudamah), Al-Majmu’ (Imam Nawawi) --- Hari 10 (Surat Al-Baqarah: Ayat 5) 1. Tafsir Ayat: أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدًۭى مِّن رَّبِّهِمْ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ Tafsir Ibnu Katsir: Orang-orang yang memiliki sifat iman, shalat, dan infak tersebut berada di atas petunjuk dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Tafsir Al-Tabari: Keberuntungan di sini meliputi keberhasilan di dunia (dalam bentuk kebaikan) dan di akhirat (mendapat surga). Mujahid berkata, “Mereka adalah orang yang selamat dari azab dan mendapatkan nikmat surga.” 2. Hadits dan Penjelasannya: "Beruntunglah orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah menjadikannya qana’ah dengan apa yang diberikan kepadanya." (HR. Muslim, no. 1054) Penjelasan: Keberuntungan sejati bukan terletak pada harta, tapi pada ketenangan hati, kecukupan, dan ketaatan kepada Allah. Ibnul Qayyim dalam Madarij As-Salikin menegaskan bahwa kunci kebahagiaan adalah ridha terhadap takdir Allah. 3. Permasalahan Fiqih: Apakah Keberuntungan (Al-Falah) Hanya untuk Orang Beriman? Mayoritas Ulama: Keberuntungan hakiki hanya diperoleh oleh orang beriman. Orang kafir bisa saja mendapat kenikmatan duniawi, tetapi itu bukan keberuntungan sejati karena tidak disertai keselamatan di akhirat. Rujukan: Syarh Aqidah Thahawiyah (Ibnu Abil ‘Izz), Majmu’ Al-Fatawa (Ibnu Taimiyah) ---

Comments