Jagad Suwung
Jagad Suwung
May 11, 2025 at 02:00 AM
*Aku Mencari Trimurti* Khairul Imam Di pelataran pagi, tiga bayang menyatu dalam embun yang tak pernah bicara mereka tidak membawa nama, hanya langkah-langkah sunyi yang setia pada arah Yang satu menanam angin agar para santri belajar mendengar yang tak terlihat Yang satu menggambar matahari dengan pena yang dicelupkan ke dalam batin yang jernih Yang satu menimba sabar dari sumur sejarah dan menuangkannya ke cangkir para pencari makna Mereka tak bertanya Mengapa harus rumah bambu Mengapa langit selalu bocor di musim kemarau, Mengapa hidup harus sembunyi-sembunyi mencintai kebenaran "Ikhlas," bisik mereka Adalah pekerjaan yang tak pernah selesai— Bukan untuk dilihat, tetapi untuk ditinggalkan sebagai jejak di pasir waktu yang tak bisa kembali "Kesederhanaan," kata mereka Adalah ketika tak ada yang perlu kau pamerkan karena cahaya sesungguhnya tak pernah memilih pakaian "Berdikari," ialah ketika tangan sendiri Cukup untuk mendirikan menara doa dan menyalakan lentera ilmu di tengah keterbatasan "Ukhuwah," adalah ketika kita tak perlu nama untuk saling memanggil dalam gelap Dan yang satu tahu apa yang lain doakan diam-diam "Kebebasan," ujar mereka Adalah berdiri sendiri dengan kepala tegak Di tengah pasar yang bising dan tetap bisa memejamkan mata dalam damai Dan dari suara yang paling pelan, Yang satu berkata, “bondo, bahu, pikir... lek perlu, sak nyawane pisan.” Seperti tanah memberi tubuhnya untuk benih Seperti air tidak memilih siapa yang disegarkan Ia menanamkan makna, tanpa menuliskannya di papan Dan yang lain Dengan mata yang tak pernah surut, Menuliskan nasibnya di garis waktu: “Walaupun murid tinggal satu tetap akan saya ajar... dan kalaupun tidak ada murid, saya akan mengajar dengan pena.” Karena ilmu, bagi jiwa-jiwa ini Adalah jalan panjang— Bahkan jika hanya sunyi yang datang sebagai murid Mereka tidak mati Mereka hanya berjalan lebih dulu Lewat lorong yang tidak bernama meninggalkan huruf-huruf kecil Di setiap kitab yang dicintai santri Di setiap azan yang tak pernah putus Di setiap malam yang menumbuhkan diam Dan pada pagi yang lain Kau mungkin akan melihat bayang-bayang itu kembali Di antara daun-daun yang gemetar menunggu seseorang mengerti bahwa pesan kadang tak perlu suara cukup sunyi yang telah diajari doa Di antara para penerus Ada yang kini menggenggam warisan tanpa piala: Berbudi tinggi dalam senyap, Berbadan sehat meski peluh jadi doa, Berpengetahuan luas meski rak buku retak, Berpikiran bebas di bawah langit yang tak pernah bisa ditutup pagar Dan aku Hingga kini Terus mencari Trimurti

Comments