Ma'had Khadimus Sunnah Bandung
Ma'had Khadimus Sunnah Bandung
May 30, 2025 at 09:40 PM
🗒️ *MUSLIMAH WAJIB TERUS BELAJAR* Islam mewajibkan pendidikan bagi setiap muslim dan muslimah. Allah menjadikan wanita bertanggung jawab sebagaimana laki-laki, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla: ﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً﴾ “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, lalu dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak.” (QS. An-Nisa: 1) *Sungguh, pada masa awal Islam, kaum wanita bukanlah orang-orang yang bodoh. Bahkan, kaum wanita pun turut berbaiat sebagaimana kaum laki-laki.* Hal ini juga ditegaskan dalam surat Al-Mumtahanah: ﴿يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ﴾ “Wahai Nabi, apabila datang kepadamu wanita-wanita mukmin untuk mengadakan baiat kepada kamu...” (QS. Al-Mumtahanah: 12) Semoga Allah merahmati penyair Islam yang mengatakan: ٱلْأُمُّ مَدْرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا ** أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِّبَ ٱلْأَعْرَاقِ “Ibu adalah sekolah (peradaban). Jika engkau mempersiapkannya (dengan baik), maka sungguh engkau telah menyiapkan bangsa yang baik keturunannya.” Agar ia (seorang ibu) menanamkan dalam jiwa anak-anaknya akhlak Islam, dan membesarkan mereka berdasarkan apa yang ia pelajari dari sirah (kisah hidup) para sahabat dan para pahlawan. *Hal ini mengharuskan bahwa wanita harus berilmu tentang agamanya dan sejarah umatnya.* Ia tidak akan mengetahui hal tersebut dari sekolah-sekolah sekular atau misionaris yang justru menyeretnya kepada dominasi Barat Kristen dan menjadikan akhlak-akhlaknya (Barat) sebagai sesuatu yang disukai. Oleh karena itu, penjajah sangat mementingkan penguasaan terhadap sekolah-sekolah; karena itu merupakan jalan tercepat menuju penjajahan wilayah-wilayah dan penghancuran akhlak serta perang terhadap agama—sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri Arab dan Islam. Maka sekolah-sekolah tersebut bekerja lebih keras dalam merusak masyarakat Islam dibandingkan pasukan-pasukan militer. Karena itulah, wanita-wanita umat (hari ini -pent) terbagi menjadi dua golongan: *Pertama, wanita yang bodoh dan tidak mengetahui apa pun, baik dalam urusan agamanya maupun urusan kehidupan*; tidak tahu apa tugasnya yang sesuai dengan fitrahnya, bahkan tidak tahu mengapa ia diciptakan. *Kedua, wanita yang telah “terbaratkan” (terpengaruh Barat) di bawah slogan kebebasan* atau peradaban Arab yang sempit, sehingga kebebasan dalam pandangannya menjadi simbol kebebasan moral dan perilaku yang tak terkendali, yang menghancurkan kehormatan dan kesucian wanita. *Kedua golongan ini ditolak oleh Islam.* Sebab, Islam menginginkan keseimbangan. Islam menginginkan wanita-wanita yang mempelajari perkara-perkara agama yang wajib atas mereka dan mempelajari akhlak dalam batas kemampuan mereka agar bisa mendidik anak-anak mereka sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Islam menginginkan mereka memahami ajaran agama yang dapat melindungi mereka dari fitnah zaman, sembari tetap memegang teguh pada keutamaan, menjaga hubungan baik dengan suami, menjaga kehangatan dalam keluarga dan masyarakat, serta menata rumah tangga muslim yang ideal. Kami menginginkan wanita-wanita Muslim seperti: *Khadijah binti Khuwailid*, yang mengorbankan diri dan hartanya demi dakwah Islam; seperti *Ummu Sa'd binti Rabi'*, yang berdiri di medan Uhud di sisi Rasulullah ﷺ; dan *Ummu Sulaim*, yang berdiri dengan belatinya membela Rasulullah ﷺ. Kami menginginkan wanita seperti *Shafiyyah*, bibi Rasulullah, yang menggabungkan keberanian moral dan keberanian fisik, dengan banyak peranannya di benteng, dan ketika saudaranya Hamzah terbunuh. Kami juga menginginkan wanita seperti *Ummu Kabsyah binti Rafi' al-Khazrajiyyah*, ibu dari Sa'd bin Mu'adz, yang mencela Sa'd karena sedikit keterlambatannya pada hari Ahzab; seperti *Ummu 'Ammarah* dalam perang Yamamah dan perang melawan kemurtadan; seperti *Asma' binti Abu Bakr*; dan seperti *Ummu Syarik*, yang membuka rumahnya untuk menjamu tamu, mengelolanya, dan membiayainya. Terakhir, seperti *al-Khansa'*, yang sebelum Islamnya memenuhi dunia dengan ratapan ketika saudaranya terbunuh, namun setelah masuk Islam dan mengetahui kematian keempat putranya dalam satu pertempuran, matanya tidak berkedip, bahkan ia berkata: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي شَرَّفَنِي بِقَتْلِهِمْ. "Segala puji bagi Allah yang memuliakanku dengan kematian mereka." Kami menginginkan wanita-wanita seperti *Al-Warqa’ binti ‘Adi*, yang dahulu berkhutbah di medan Shiffin di hadapan Amirul Mu’minin ‘Ali (radhiyallahu ‘anhu), dan mendorong kaum (muslimin) untuk berjihad. Dan wanita seperti *binti Al-Athrasy, Ummul-Khair binti Huraisy*, serta sekelompok wanita lain yang biografinya tercantum dalam kitab-kitab tarajim (biografi), kitab-kitab para sahabat dan tabi‘in. Di antara mereka juga terdapat para dokter dan perawat, yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dapat didata satu per satu. Di antaranya adalah *Raghidah Al-Aslamiyyah*, yang merawat para korban luka pada masa Nabi ﷺ, dan yang pernah mengobati Sa‘d bin Mu‘adz ketika beliau terluka dalam peristiwa Khandaq. Bagi yang objektif, niscaya akan mengetahui bahwa hal yang kini tidak lagi diperdebatkan adalah *bahwa pendidikan dan penanaman tsaqafah kepada wanita dengan cara yang benar merupakan obat paling manjur untuk mengikis berbagai penyakit sosial umat*. Dan jika pendidikan ini telah terlewat dari para ibu kita, maka jangan sampai terlewat pula dari anak-anak wanita dan saudari-saudari kita. _Sumber: Abdullah Mahfuzh al-Haddad, Fatawa Tahumm al-Mar’ah, Fatwa ke-124 “Pendidikan Wanita sebagai Perlindungan dari Perbuatan Keji”_ === *Dar Ummahat al-Mu’minin – Ma’had Khadimus Sunnah Bandung* Daftar Pesantren Ummahat: https://khadimussunnah.id/daftar-ummahat/ *[Pendaftaran terakhir gelombang 1: Sabtu, 31 Mei 2025]*
❤️ 👍 15

Comments