Parentspedia WhatsApp Channel

Parentspedia

3.1K subscribers

About Parentspedia

Channel parenting dari website parentspedia.com Tempat berbagi informasi yang insya Allah bermanfaat seputar: 1. Parenting / Pengasuhan Anak 2. Keluarga 3. Hubungan Suami - Istri 4. Kesehatan Keluarga 5. Sharing Worksheet Edukatif Founder : Arief Riyanto, S.Pd. dan Novia Permatasari, S.Pd. Pendidik, pegiat parenting dan edukasi anak dan keluarga Yuk bagikan biar yang lain merasakan manfaatnya. https://whatsapp.com/channel/0029VaPRLIG4o7qUcOGbxo25

Similar Channels

Swipe to see more

Posts

Parentspedia
Parentspedia
5/27/2025, 7:07:02 AM

🪵🪵🪵🪵🪵 "Parents, kita ingin anak mendengarkan, tapi kadang lupa untuk lebih dulu mendengar isi hatinya." Arief Riyanto, S.Pd. > Parentspedia

😢 👍 😭 🥺 ❤️ 💕 🥹 14
Parentspedia
Parentspedia
5/27/2025, 10:33:52 AM

🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️ "Ketika orang tua menurunkan suara untuk mendengarkan, anak pun belajar bahwa mereka cukup penting untuk dihargai." Arief Riyanto, S.Pd. > Parentspedia

❤️ 👍 💕 🥰 🥹 18
Parentspedia
Parentspedia
5/23/2025, 10:49:49 AM

🌻🌻🌻🌻🌻🌻 *Ucapkan Kebaikan, Wariskan Kekuatan* _Renungan dari Surat An-Nisaa Ayat 9 tentang Mengelola Lisan dalam Pengasuhan_ Oleh: Arief Riyanto, S.Pd. Dalam setiap kata yang terucap dari lisan orang tua, tersimpan kekuatan yang bisa membentuk jiwa atau melukai hati anak. Al-Qur’an, melalui surat An-Nisaa ayat 9, memberi pesan yang sangat dalam tentang pentingnya mengelola ucapan, terutama dalam mendidik anak: _"Maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar."_ (QS. An-Nisaa: 9) Ayat ini menegaskan bahwa dalam pengasuhan, lisan bukan hal sepele. Allah memerintahkan agar orang tua bertakwa dan menjaga setiap kata. Mengapa? Karena dari lisannya, anak belajar tentang nilai, cinta, dan harga diri. Ucapan yang kasar, merendahkan, atau mengandung celaan bisa meninggalkan luka yang tak terlihat namun membekas seumur hidup. Sebaliknya, kata-kata yang tulus, lembut, dan menguatkan bisa menjadi pondasi yang menumbuhkan rasa percaya diri dan keteguhan hati anak. Anak-anak tidak hanya mendengar apa yang kita katakan, tetapi mereka merasakan bagaimana kita mengatakannya. Dari nada suara, intonasi, dan ekspresi wajah, mereka menyerap makna cinta atau kecewa, penghargaan atau penolakan. Dalam setiap teguran, ada ruang untuk mendidik dengan hikmah. Dalam setiap pujian, ada peluang menumbuhkan semangat. Maka, mengelola lisan bukan hanya tentang memilih kata yang baik, tetapi juga tentang menyampaikan kebenaran dengan kasih. Mari belajar berkata benar, bukan hanya secara isi, tapi juga dengan rasa. Sebab bagi anak, kata-kata orang tua adalah cermin diri mereka. Dan dari cermin itulah masa depan mereka dibentuk. Semoga kita menjadi orang tua yang lisannya menjadi penyejuk, bukan penyulut. Menjadi pembimbing, bukan penghakim. Dan semoga dari lisan yang terjaga, lahirlah generasi yang tangguh, berakhlak, dan penuh harapan. > Parentspedia

❤️ 🥰 ☺️ 🌹 💕 💖 💚 😂 🤍 29
Parentspedia
Parentspedia
5/26/2025, 9:25:09 AM

🪸🪸🪸🪸🪸🪸 *Ngobrol Bersama Anak Makin Seru dengan Cerita Lucu* Oleh: Arief Riyanto, S.Pd. Seorang anak sedang duduk bersama ibunya dan melihat menu makanan. Tiba-tiba si anak bertanya, "Bu, ikan asin itu kenapa ya bisa asin?" Ibunya menjawab, "Karena dikasih garam." Tapi si anak dengan polosnya nyeletuk, "Oh… kirain karena dia habis diputusin pacarnya, jadi sedih dan asin deh air matanya." "Hahaha..." Respons spontan dan polos seperti ini sering kali membuat orang tua tertawa sekaligus terharu. Cerita-cerita sederhana macam ini bukan cuma lucu, tapi juga memperlihatkan betapa uniknya cara anak berpikir. Mau tahu cerita lainnya yang nggak kalah lucu dan tips seru ngobrol bareng anak? Selengkapnya baca di: https://parentspedia.com/ngobrol-bersama-anak-makin-seru-dengan-cerita-lucu/ > Parentspedia

😂 👍 ❤️ 🤣 🤭 16
Parentspedia
Parentspedia
5/24/2025, 6:40:18 AM

🚨🚨🚨🚨🚨🚨 *Ayah, Bunda Bangun, Ruang Aman Anak Makin Terkikis* Oleh: Arief Riyanto, S.Pd. Parents, dulu rumah adalah tempat pulang yang paling nyaman, pelukan orang tua adalah zona aman bagi anak-anak, dan keluarga adalah benteng terakhir dari segala bentuk ancaman dunia luar. Tapi kini, benteng itu mulai retak. Semakin hari, kita menyaksikan bagaimana ruang dan lingkungan aman bagi anak kian terkikis — bukan hanya dari luar, tapi dari dalam rumah itu sendiri. Ironis dan menyayat. Beberapa hari terakhir, jagat maya diguncang oleh viralnya sebuah grup Facebook bertema "Fantasi Sedarah." Grup ini tidak hanya melukai akal sehat, tetapi juga menjadi ancaman nyata bagi anak-anak. Dalam kelompok itu, ada orang tua—ayah dan bahkan ibu—yang menyelubungi hasrat kelam dengan baju 'fantasi' dan membawa-bawa nama keluarga. Batas norma, agama, dan moral dilumat habis. Ini bukan sekadar penyimpangan, ini adalah pengkhianatan terhadap amanah terbesar: menjaga anak. Kita tak bisa lagi berpuas diri hanya dengan kunci rumah yang digembok rapat. Sebab hari ini, ancaman masuk lewat gawai di tangan, lewat konten yang tak disaring, dan — yang paling memilukan — lewat orang terdekat yang justru seharusnya menjadi pelindung. Anak-anak kini tumbuh dalam realita yang menakutkan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat tumbuh dan berkembang penuh kasih, malah jadi ladang luka yang tak terlihat mata. Anak-anak kehilangan hak dasarnya yakni rasa aman, kepercayaan, dan perlindungan. Ayah, Bunda. Bangunlah. Ini panggilan darurat. Kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Kita tak boleh diam dan menutup mata hanya karena merasa bukan kita pelakunya atau tidak terjadi pada kita. Diam adalah bentuk lain dari pembiaran. Edukasilah anak-anak dengan cinta yang sehat. Hadirlah secara utuh, bukan hanya secara fisik. Perkuat pondasi iman, akhlak, dan keberanian untuk berkata "tidak" pada yang salah. Perangi bahaya ini bukan dengan teriak di media sosial, tapi dengan menciptakan rumah yang benar-benar aman. Rumah yang penuh pelukan bukan pukulan, yang kaya percakapan bukan bentakan, yang punya batas sehat bukan kebebasan tanpa arah. Karena jika rumah sudah kehilangan sakralitasnya, ke mana lagi anak-anak akan pulang? Mari bangun dan jaga kembali lingkungan yang aman bagi anak—dimulai dari rumah, dari diri kita sendiri. > Parentspedia

❤️ 😢 😭 👍 🥺 😟 🤍 🥹 🩵 28
Parentspedia
Parentspedia
5/23/2025, 12:14:10 AM

Pengingat hari ini. Surat An-Nisaa ayat 09. Mari kita kelola dengan baik lisan kita dalam mendidik anak demi melahirkan generasi yang kuat Iman, fisik dan finansial. > Parentspedia 🌻🌻🌻🌻🌻🌻

Post image
❤️ 🤲 🥰 🌻 💚 😍 🙏 🩵 29
Image
Parentspedia
Parentspedia
5/28/2025, 8:01:05 AM

Parents, sharing dong. Seiring bertambahnya usia, bagaimana pandanganmu terhadap pasangan? Yuk pilih jawaban yang paling sesuai dengan pengalamanmu! 🌻🌻

❤️ 👍 😆 🥹 💕 😢 😭 11
Parentspedia
Parentspedia
5/27/2025, 11:12:00 PM

🪴🪴🪴🪴🪴 Survei: Makin Tua Usia, Makin Mudah Kecewa Terhadap Pasangannya Oleh: Cahyadi Takariawan “If you and your spouse argue a lot now, don't expect things to change as you grow old together. A new study finds that conflict levels remain relatively unchanged throughout a marriage” (Remy Melina, 2011). Banyak pasangan muda yang terlibat dalam konflik dan pertengkaran. Mereka mudah tersulut konflik, dan lebih sulit berdamai. Ego manusia pada usia muda membuat mereka tak mudah mengalah. Sebagian orang berpikir, mungkin mereka banyak konflik karena usia masih sama-sama muda. Kelak ketika tumbuh makin dewasa dan tua, konflik akan berkurang dan bahkan mereda. Benarkah asumsi seperti ini? Ternyata tidak benar. Remy Melina (2011) menyatakan, jika Anda dan pasangan sering bertengkar sekarang, jangan berharap banyak hal berubah saat Anda menjadi tua bersama. Sebuah studi menemukan bahwa tingkat konflik relatif tidak berubah sepanjang pernikahan. Bahkan pandangan negatif terhadap pasangan semakin besar setelah usia tua. Makin Tua Usia, Makin Negatif Memandang Pasangan “Jika pasangan Anda sudah mulai mengganggu saat ini, masa depan hubungan Anda suram,” ungkap Jeanna Bryner (2008). Penelitian menunjukkan pasangan memandang satu sama lain sebagai lebih menjengkelkan dari waktu ke waktu. Unikya, kecenderungan seperti ini tidak ditemukan untuk hubungan dengan anak atau teman. Kira Birditt, Lisa Jackey, Toni Antonucci dari University of Michigan’s Institute for Social Research melakukan riset tentang pandangan individu terhadap pasangan, teman, dan anak-anak. Para peneliti menemukan adanya perubahan pandangan seiring berjalannya waktu, di antara kelompok usia dewasa awal (usia 20 hingga 39), paruh baya (40 hingga 59) dan tua (60 tahun ke atas). Para peneliti menganalisa tanggapan yang dikumpulkan dari tahun 1992 dan 2005, melibatkan lebih dari 800 partisipan. Tanggapan yang dievaluasi mengacu kepada pasangan, anak dan teman. Setiap peserta diminta menilai seberapa kuat mereka setuju atau tidak setuju dengan dua pernyataan berikut, "(Suami/istri, anak, teman) saya membuat saya gelisah." "(Suami/istri, anak, teman) saya terlalu banyak menuntut pada saya." Hasil riset menunjukkan, di semua kelompok umur, individu melihat pasangan mereka sebagai sosok yang paling negatif dibandingkan dengan anak-anak dan teman. Pandangan negatif terhadap pasangan cenderung meningkat dari waktu ke waktu. "Kami terkejut karena dalam penelitian gerontologis menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, mereka menjadi lebih baik dalam mengatur emosi mereka dan mengalami lebih sedikit hubungan negatif," ujar Kira Birditt. Harusnya, makin tua dan makin dewasa seseorang, akan semakin positif dalam memandang pasangan. Ternyata studi tidak menunjukkan kebenaran asumsi ini. Bagaimana menjelaskan hasil studi ini? "Seiring bertambahnya usia dan menjadi lebih dekat dan lebih nyaman satu sama lain, bisa jadi kita lebih bisa mengekspresikan diri satu sama lain," ungkap Birditt. "Dengan kata lain, kenegatifan adalah aspek normal dari hubungan dekat yang terlibat banyak kontak sehari-hari," ujar Birditt. Secara umum, semakin lama pasangan tinggal bersama, semakin mereka harus berurusan dengan “keanehan” satu sama lain. "Saat Anda tinggal bersama, jauh lebih sulit untuk menghindari satu sama lain," ujar Birditt. Ketika hubungan dengan pasangan cenderung menjadi lebih negatif, hubungan dengan anak-anak dan teman justru menjadi lebih baik. Anak-anak dan teman cenderung kurang menuntut dan kurang menjengkelkan dari waktu ke waktu. Para peneliti menyatakan, sikap negatif terhadap teman berkurang dari waktu ke waktu karena bisa memilih teman, bahkan “membuang” teman yang menjengkelkan dari kehidupan kita. Sedangkan hubungan dengan anak-anak menjadi kurang negatif karena perubahan peran seiring pertumbuhan mereka. Kelompok partisipan usia 20 hingga 30-an dilaporkan memiliki hubungan paling negatif secara keseluruhan. Sedangkan kelompok partisipan usia tua memiliki hubungan negatif paling sedikit. Bagaimana agar tidak mengalami fenomena seperti hasil studi ini? Yang harus Anda ciptakan adalah chemistry kesejiwaan bersama pasangan. Tidak perlu menunggu tua. Hadirkan kesejiwaan sejak Anda masih muda usia. Bahan Bacaan • Jeanna Bryner, Marriage: It's Only Going to Get Worse, https://www.livescience.com, 5 Februari 2008 • Remy Melina, Spouses Who Argue Face a Lifetime of Fights, https://www.livescience.com, 17 Agustus 2011

❤️ 🌻 💕 😆 13
Parentspedia
Parentspedia
5/22/2025, 10:15:04 AM

🌷🌷🌷🌷🌷🌷 *Jangan Jadi Lucu dengan Menyakiti: 6 Hal yang Tak Boleh Dijadikan Bercandaan* Oleh: Arief Riyanto, S.Pd. Dalam keseharian, candaan sering dianggap hal yang wajar oleh anak-anak. Namun, tidak semua anak memahami batas antara bercanda yang menyenangkan dan candaan yang menyakiti. Sebagai orang tua, penting untuk memberikan pemahaman bahwa tidak semua hal bisa dijadikan bahan lelucon. Salah-salah, niat bercanda justru bisa melukai hati orang lain dan merusak hubungan sosial. Ada enam hal penting yang sebaiknya tidak dijadikan bahan candaan oleh anak, meskipun mereka menganggapnya lucu atau mengikuti teman sebaya. Agar tidak terjadi pada anak-anak kita, sebaiknya orang tua menanamkan 6 hal ini, antara lain: Pertama adalah fisik dan penampilan. Mengomentari bentuk tubuh, warna kulit, tinggi badan, atau kondisi wajah seseorang bisa menjadi sangat sensitif. Anak-anak perlu dibimbing untuk tidak mengucapkan kalimat seperti _“Kok kamu gendut sih?”_ atau _“Hitam banget kulitmu.”_ Meskipun terdengar ringan, kata-kata ini bisa meninggalkan luka yang dalam bagi lawan bicara. Kedua, kekurangan atau disabilitas juga bukan hal yang pantas untuk dijadikan lelucon. Mengejek seseorang karena cara berjalannya, cara bicaranya yang lambat, atau kondisi fisik lainnya bisa menimbulkan rasa malu atau minder. Anak perlu kita tanamkan rasa empati agar tidak menjadikan kekurangan seseorang sebagai bahan hiburan. Selanjutnya yang ketiga adalah nama orang tua atau keluarga. Di kalangan anak-anak, sering terjadi kebiasaan mengubah atau mengolok-olok nama ayah, ibu, atau anggota keluarga teman. Padahal, nama orang tua adalah bagian dari harga diri seseorang. Hal seperti ini termasuk perundungan verbal yang sebaiknya dicegah sejak dini. Keempat, agama dan kepercayaan adalah hal yang sangat pribadi dan sensitif. Bercanda tentang cara seseorang beribadah, pakaian keagamaan, atau keyakinan yang dianutnya bisa menyinggung bahkan memicu konflik. Oleh karena itu anak-anak harus kita biasakan menghargai perbedaan agar tumbuh dengan sikap toleran dalam beragama. Kelima, masalah ekonomi atau kondisi rumah juga tidak pantas dijadikan bahan bercandaan. Tidak semua anak hidup dalam kondisi yang sama. Ketika rumah sederhana, pakaian lusuh, atau alat tulis yang seadanya dijadikan olokan, hal itu dapat menurunkan rasa percaya diri temannya. Anak perlu diarahkan untuk bersyukur atas apa yang dimiliki, bukan membanding-bandingkan atau mengejek. Dan yang keenam, yang tak kalah penting adalah makanan dan barang milik orang lain. Sering kali anak-anak mempermainkan makanan teman atau menyembunyikan barang milik temannya sebagai bentuk kejahilan. Misalnya, mencelupkan makanan teman ke sesuatu yang kotor, menukar isi bekal, atau menyembunyikan alat tulis hanya untuk melihat reaksi kesal. Candaan seperti ini, meski terlihat lucu bagi pelaku, bisa menimbulkan rasa malu, sedih, atau marah bagi korban. Anak perlu diajarkan bahwa barang milik orang lain harus dihargai dan tidak boleh dijadikan objek keisengan atau lelucon. Sebagai orang tua, kita memiliki peran besar dalam membentuk karakter dan kepekaan sosial anak. Anak belajar dari sikap, ucapan, dan nilai-nilai yang ditanamkan sejak di rumah. Jika anak pernah melakukan candaan yang tidak pantas, bukan marah yang utama, tapi memberi pemahaman dengan hati-hati dan sabar. Ucapan seperti: _"Nak, kamu boleh bercanda, tapi pastikan tidak ada hati yang tersakiti. Karena lucu yang menyakiti itu bukan candaan, tapi bentuk kezaliman,"_ bisa menjadi pesan moral yang kuat bagi mereka. Dengan membiasakan anak menjaga sikap, menghargai sesama, dan tidak menjadikan penderitaan atau milik orang lain sebagai hiburan, kita sedang menumbuhkan generasi yang lebih empatik dan santun dalam pergaulan. > Parentspedia

❤️ 👍 🌻 💕 💖 💚 🙏 🥰 🩵 31
Parentspedia
Parentspedia
5/25/2025, 8:56:31 AM

🍂🍃🍂🍃🍂🍃 *Kita yang Lalai, Mereka yang Hilang. Saatnya Hadir Sebelum Terlambat* Oleh: Arief Riyanto, S.Pd. Parents, anak-anak kita tumbuh dalam dunia yang serba digital. Gawai begitu mudah mereka akses, kadang bahkan tanpa batas. Ketika mereka mulai kecanduan, sulit diajak bicara, dan lebih akrab dengan layar daripada keluarganya sendiri, kita sering merasa kecewa. Tapi, pernahkah kita bertanya: siapa yang membiarkan semua ini terjadi? Bukan gawai yang salah. Masalahnya adalah ketika gawai menggantikan peran orang tua yang seharusnya hadir. Saat anak rewel, kita berikan ponsel agar tenang. Saat mereka bosan, kita biarkan mereka larut dalam game atau video tanpa pengawasan. Perlahan tapi pasti, anak pun berpaling. Mereka tak lagi mencari kehangatan rumah, karena kehangatan itu telah tergantikan cahaya layar. Kita lalai, dan anak-anak yang hilang. Hilang dari obrolan hangat, dari pelukan, dari kedekatan yang dulu begitu alami. Mereka ada di depan mata, tapi terasa jauh. Masih belum terlambat. Mari hadir kembali. Bukan sekadar hadir fisik, tapi benar-benar terlibat. Parents, mari dengarkan mereka, temani mereka, dan perlahan ajak mereka kembali ke dunia nyata yang penuh cinta dan perhatian. Anak-anak tak butuh gawai untuk tumbuh, mereka butuh kita, terutama pada masa golden age (0-7 tahun) dan golden periode-nya (8-15 tahun). _"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."_ (QS. At-Tahrim: 6) Ayat ini mengingatkan bahwa menjaga anak bukan hanya soal fisik, tapi juga jiwa dan arah hidupnya. Tanggung jawab terbesar orang tua bukan sekadar membesarkan tubuh anak, tapi menuntunnya tumbuh dalam bimbingan, cinta, dan nilai. > Parentspedia

❤️ 👍 🌹 💕 😍 😔 😮 🥰 🥹 24
Link copied to clipboard!