Kontrak Rasa 💕 (end 🦋)
Kontrak Rasa 💕 (end 🦋)
March 1, 2025 at 08:44 AM
✨ — Kejutan Tak Terduga Pagi itu, Cesia sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia berjalan keluar rumah dan menunggu Karang yang menjemputnya. Tak lama, motor besar dengan helm hitam dan jaket kebanggaan Karang melintas, membuat Cesia langsung tahu siapa yang datang. "Hei!" sapa Karang sambil menyodorkan helm yang dia pegang. "Si anying takut haha," jawab Cesia sambil berjalan ke arah Karang, mengambil helm dari tangannya. "Kayak pedofil lu haha," lanjutnya sambil tertawa kecil, kemudian naik ke jok belakang motor Karang. "Si kampret, masih untung gue jemput," ucap Karang dengan kesal, sedikit menggoda. "Karena lu kalah wlee," sahut Cesia dengan nada menggoda. "Dah, ayo jalan mas, nanti saya telat," lanjutnya sambil memeluk pinggang Karang. "Iya mbak, saya antar sampai tujuan dengan selamat," sahut Karang dengan nada lembut, mencoba menjaga suasana tetap santai, lalu menjalankan motornya. Keduanya menikmati suasana pagi yang sejuk, beberapa kali terlihat tertawa sambil saling melempar candaan. Sesekali, Cesia menunjuk ke arah lampu jalan. "Liat tuh lampu, kalau dikasih rambut pasti serem," ucap Cesia sambil bergidik ngeri. "Kenapa serem?" tanya Karang, bingung, sambil melirik ke arah spion motornya. "Coba bayangin kalau malam-malam, kayak hantu tanpa badan melayang," jawab Cesia dengan ekspresi takut, berusaha menambah suasana dramatis. "Astaga, yang bener aja," sahut Karang dengan lelah, namun tak bisa menahan senyum. Tak lama kemudian, mereka sampai di sekolah. Motor Karang terparkir di tempat yang rapi, dan Cesia pun turun dari boncengan motor dengan senyum ceria. "Makasih mas ya, nanti saya bayar pake QRIS aja haha," ucap Cesia sambil menyerahkan helm yang dipakainya. "Iya mbak, jangan lupa bintang 5-nya," jawab Karang dengan senyum ramah, seolah Cesia adalah pelanggannya. "Ya nanti saya kasih bintang satu aja deh," jawab Cesia, lalu berjalan menuju kedua temannya yang sedang berdebat. "Astaga, dasar cewek gue," gumam Karang, tersenyum, dan ikut menghampiri teman-temannya. "Yo wassup bro! Cie yang habis jadi tukang ojek!" ucap Dio dengan nada meledek. "Aelah, gak usah diingetin kali, nanti anterin gw pulang juga, ya? Nanti gw bayar pake bintang 5," sahut Dito, juga meledek. "Yeu, kocak, sama aja lu berdua, dah. Yuk, ke kelas!" Aiden menjitak kepala Dito dan Dio, mereka semua tertawa kecil, lalu berjalan ke kelas. --- Di Pojokan Kelas Cesia Cesia, Naya, dan Lala tengah asik bercanda. Ketiganya duduk berkelompok sambil melemparkan canda tawa pagi itu. "Gue masih nggak nyangka lu sama Dio la, haha," ucap Naya, masih terkejut dengan hubungan Lala dan Dio yang baru diketahui. "Siapa yang kemarin bilang 'gue nggak mau pacaran'? Siapa? Haha, lu la," sahut Cesia sambil menggoda Lala, yang terlihat malu. "Diem lu semua," jawab Lala dengan wajah memerah, berusaha menutupi rasa malunya. Cesia dan Naya tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Lala, namun tiba-tiba ponsel Cesia bergetar di atas pangkuannya. Nada dering itu sangat familiar—dari nomor yang nggak tersimpan. Refleks, Cesia meraih ponselnya dan melirik layar. Awalnya dia pikir itu cuma pesan biasa, mungkin dari grup kelas atau promo makanan. Namun saat melihat lebih dekat, ia terdiam. +628********34 💬 "Putusin Karang atau lu akan nyesal nantinya." Sontak, Cesia yang tadinya tertawa terdiam. Begitu juga kedua temannya, Naya dan Lala, yang langsung berhenti bercanda. Mereka menatap layar ponsel Cesia dengan ekspresi yang mulai serius. Cesia terdiam sejenak, matanya tak bisa lepas dari pesan itu. Ia menatap layar ponselnya dengan ekspresi bingung, lalu mengalihkan pandangannya ke Naya dan Lala. "Guys..." ucap Cesia, suaranya sedikit gemetar saat menunjukkan ponselnya pada mereka. Tiba-tiba suasana berubah jadi tegang. " Itu siapa?" tanya Naya penasaran, mencoba mengerti. "Astaga naya Ini nomor aja nggak ada namanya, ya pasti Cesia nggak tau lah," jawab Lala dengan nada kesal. "Coba telepon," lanjutnya sambil menatap Cesia. "Okey, gue coba," jawab Cesia, sedikit gugup. Dengan cepat, ia menekan tombol telepon di ponselnya, namun yang menjawab malah operator. "Maaf, nomor ini tidak terdaftar." Cesia semakin terdiam, wajahnya terlihat pucat. "Guys, nomor sekali pakai," ucapnya dengan nada bergetar, merasa takut. "Tenang, nanti kita cari tahu bareng-bareng," ucap Lala, mencoba menenangkan Cesia. Ketiganya pun terdiam, dan saat itu guru masuk ke kelas, mereka segera kembali ke tempat duduk mereka. --- Di Kelas Karang Jam pertama dimulai. Suasana kelas IPA tampak tenang namun sedikit membosankan. Beberapa siswa terlihat masih ngantuk, beberapa lainnya sibuk mengerjakan PR. Pak Damar, guru Biologi, baru saja masuk dengan tumpukan kertas. "Hari ini saya akan membagikan tugas kelompok, sudah saya bagi sesuai daftar, jadi nggak ada protes!" ucapnya dengan suara datar. Beberapa siswa langsung mengeluh pelan. Ya, tugas kelompok itu sudah biasa. Tapi yang nggak biasa? Dibagi tanpa bisa memilih pasangan. Karang yang semula masih selonjoran di kursi langsung duduk tegak begitu mendengar namanya dipanggil. "Karang dan Shena, satu kelompok," ucap Pak Damar. Karang melirik Shena, seorang cewek yang dikenal cukup centil di kelasnya. Namun dia mencoba untuk nggak terlalu memikirkan itu. Yang jadi masalah nanti adalah jika Cesia tahu atau nggak. Tapi Karang langsung menggelengkan kepala, merasa hal itu nggak akan jadi masalah besar. Namun, siapa sangka kalau kejutan justru akan datang di luar dugaan.
❤️ 2

Comments