DAAR SUNNAH MUBARAK
DAAR SUNNAH MUBARAK
February 13, 2025 at 03:11 PM
*SLOW LIVING YANG SESUNGGUHNYA* Gagasan Slow Living menyeruak tatkala manusia mulai kelelahan dengan kehidupan kota di peradaban kapitalis. Mereka terjebak dalam jibaku karir, gaya hidup, hingga validasi circle. Jerat itu menjebak mereka dalam rutinitas tinggi yang menjemukan. Di Jepang, kelelahan itu menjelma menjadi tren Johatsu. Johatsu adalah fenomena seseorang yang tiba-tiba raib begitu saja. Bukan mati, tapi menghilang entah ke mana, berganti identitas. Kaum urban yang kelelahan menghadapi ritme cepat kehidupan seperti Jakarta, memimpikan slow living di Temanggung atau Salatiga. Tapi tak semua orang bisa mewujudkan mimpi itu. Kalau kamu kelas karyawan yang terjebak cicilan, slow living hanya mimpi indah negeri dongeng. Slow living adalah kehidupan yang mahal. Bukan hanya secara majasi, tapi juga harfiah. Maka, orang-orang kaya mengeluarkan cukup banyak harta untuk mewujudkannya. Slow living itu sendiri sejatinya hanya ilusi. Berkejaran dengan kehidupan tetap saja terjadi. Hanya berubah bentuk saja apa dan siapa yang mengejarnya. Mengapa bisa demikian? Adam tidak pernah merasakan kelelahan kecuali setelah diturunkan ke dunia. Karena dunia memang bukan tempat beristirahat, bukan dunia slow living. Sang Pencipta menciptakan dunia sebagai kehidupan yang penuh kekurangan. Semua kebutuhan hidup manusia harus dicari tak datang sendiri. Berbeda dengan kehidupan Adam sebelumnya di surga. Segala kebutuhan tersaji tanpa perlu susah payah. Itulah dunia slow living sesunggihnya. Maka, selama masih hidup dunia, tak usah terlampau jauh memimpikan slow living. Jalani saja dengan benar sesuai aturanNya. Mau slow mau fast, jalani sungguh-sungguh dan nikmati. Slow living sesungguhnya adalah kelak di surga. Tapi kalau kamu tersesat di neraka, maka itu lebih mengerikan dari desak-desakan KRL Jakarta. Mas @doniriw
👍 1

Comments