
Pak Cah Channel
February 5, 2025 at 10:37 PM
🍁🍁🍁🍁🍁🍁
8-K UNTUK MENJAGA KEHARMONISAN KELUARGA (Bagian Ketujuh)
Oleh : Cahyadi Takariawan
Paling tidak, ada delapan sikap positif yang harus dimiliki oleh setiap pasangan suami istri, agar bisa mendapatkan kehidupan berumah tangga yang langgeng, harmonis, bahagia dan penuh cinta.
Sikap positif tersebut disimpulkan dengan rumus 8 K, sebagai berikut:
K-7 adalah Keseimbangan
Islam adalah agama yang mengajarkan prinsip keseimbangan dalam kehidupan. Misalnya dalam urusan dunia dan akhirat, Allah berfirman,
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS. Al-Qashash: 77).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, “Pergunakanlah karunia yang telah Allah berikan kepadamu berupa harta dan kenikmatan yang berlimpah ini, untuk mentaati Rabb-mu dan mendekatkan diri kepadaNya dengan berbagai bentuk ketaatan. Dengan itu, kamu memperoleh balasan di dunia dan pahala di akhirat”.
Firman Allah وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا “Janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi”, yaitu hal-hal yang dibolehkan Allah berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan. Sesungguhnya Allah mempunyai hak atas dirimu. Jiwa ragamu juga mempunyai hak atas dirimu. Keluargamu juga mempunyai hak atas dirimu. Tamumu juga mempunyai hak atas dirimu. Maka berikanlah tiap-tiap hak kepada pemilikinya,” demikian penjelasan Ibnu Katsir.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya, “Yaitu, Kami tidak memerintahkanmu supaya menyedekahkan seluruh hartamu sehingga kamu menjadi terlantar. Namun bersedekahlah untuk kemaslahatan akhiratmu dan nikmatilah duniamu, tanpa merusak agama dan akhiratmu.”
Oleh sebab itu, syariat melarang bersedekah dengan seluruh harta sampai habis ludes sehingga mengakibatkan ia terpaksa meminta-minta kepada orang lain. Juga dilarang mewasiatkan lebih dari sepertiga harta.
Pasangan suami istri harus selalu menjaga keseimbangan dalam segala sesuatu. Misalnya, keseimbangan perhatian antara bekerja dengan mengelola rumah tangga, keseimbangan antara mencari nafkah dengan pendidikan anak, keseimbangan antara prestasi di tempat kerja dengan kebaikan keluarga, dan lain sebagainya.
Jangan sampai tenaga, waktu dan perhatian habis di tempat kerja sehingga ketika di rumah semuanya tinggal hal-hal sisa. Jangan sampai pula terlalu fokus mengurus manajemen rumah tangga namun tidak memiliki perhatian dalam menghasilkan nafkah untuk keluarga. Semua harus seimbang, karena masing-masing memiliki ukuran yang pas untuk bisa mendapatkan kebahagiaan.
Studi yang dilakukan oleh John Defrain dan tim tentang strong family (2019), menunjukkan bahwa kekuatan keluarga sangat ditentukan oleh kekuatan hubungan antara suami dan istri.
Untuk itu, suami dan istri harus pandai menciptakan kesimbangan agar selalu terwujud happy family. David H. Olson (2000) menyebutkan dimensi untuk menghadirkan keseimbangan suami dan istri.
Di antaranya adalah cohesion (kohesi) dan flexibility (fleksibilitas) dalam kehidupan sehari-hari suami istri.
David Olson menyatakan, “Cohesion is a feeling of emotional closeness with another person”. Kohesi adalah suasana kedekatan emosional antara suami dan istri. Jika menggunakan bahasa Al Qur’an, suami dan istri disebut sebagai libas atau pakaian, yang saling melekat.
Kohesi didapatkan dari keseimbangan antara “separateness” dan “togetherness” (Olson, 2000). Keseimbangan antara ketakbersamaan dengan kebersamaan. Yang dimaksud dengan togetherness adalah kebersamaan suami dan istri, sedangkan separateness adalah kondisi ketidakbersamaan di antara mereka.
Kohesi akan tercipta apabila pasangan suami istri mampu menyeimbangkan kebersamaan dan ketakbersamaan. Jika terlalu banyak separateness, bisa memunculkan kekeringan cinta. Mereka yang tengah menjalani LDR, harus pandai mengelola kohesi, agar tidak mengalami gejalan kekeringan cinta.
Sebaliknya, jika terlalu banyak togetherness, bisa menimbulkan kebosanan. Suasana karantina di masa pandemi, membuat semua anggota keluarga berkumpul di rumah dengan segala keterbatasan fasilitas. Ini harus dikelola dengan tepat, agar tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.
Suami dan istri harus pandai menemukan titik keseimbangan, antara togetherness dengan separateness. Di sinilah letak kohesi, yang menjadi modal membangun sinergi antara suami dan istri.
Sedangkan fleksibilitas adalah keseimbangan antara “chaos” dan “rigidity” (Olson, 2000). Dalam kehidupan keluarga, ada sisi stabilitas, namun ada pula sisi perubahan. Ada hal-hal yang harus statis, namun ada hal yang harus dinamis.
Jika keluarga memiliki aturan yang kaku, tidak bisa berubah, tidak menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi, maka akan terbentuk keluarga yang beku. Suasananya sangat tidak menyenangkan bagi semua anggota keluarga. Semua serba aturan kaku.
Jika keluarga tidak memiliki sesuatu yang dipegangi, semua boleh berubah secara bebas, tak ada norma yang dijadikan pijakan, akan terbentuk keluarga tak beraturan. Semua orang boleh bebas memilih keinginanya sendiri.
Keluarga harus mampu menjaga keseimbangan antara hal yang harus tetap dan hal hal yang boleh berubah. Ini yang disebut fleksibel. Justru karena ada hal yang tetap dan ada yang bisa berubah, maka menjadi fleksibel.
Fleksibilitas ini sangat penting dalam menjaga keharmonisan keluarga, mengingat kondisi keluarga selalu berubah dari waktu ke waktu. Tantangan yang dihadapi selalu berubah. Kondisi suami dan istri pun selalu berkembang.
Maka harus pandai menjaga sisi stabilitas dan menerima sisi perubahan.
🙏
❤️
👍
4