
Catatan Santri
June 8, 2025 at 04:57 AM
*Apakah Seorang Mukmin Bisa Sakit Secara Psikis (Kejiwaan) ?*
Pertanyaan diajukan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih bin Utsaimin _Rahimahullahu_ (wafat 1421 H):
*Apakah seorang mukmin bisa mengalami gangguan kejiwaan? Apa pengobatannya secara syar’i, padahal pengobatan modern hanya menangani penyakit ini dengan obat-obatan kontemporer?*
*Beliau menjawab:*
Tidak diragukan lagi bahwa manusia bisa terkena penyakit psikis, seperti kecemasan terhadap masa depan dan kesedihan terhadap masa lalu. Penyakit-penyakit psikis ini bahkan lebih banyak berpengaruh terhadap tubuh daripada penyakit-penyakit fisik. Pengobatan penyakit semacam ini melalui metode syar’i, yakni _ruqyah_, lebih efektif daripada sekadar mengandalkan obat-obatan fisik, sebagaimana hal itu sudah diketahui.
Salah satu obatnya adalah hadis sahih dari Abdullah bin Mas‘ud bin Ghafil _radhiyallahu ‘anhu_:
_*"Tiada seorang mukmin pun yang tertimpa kecemasan, kesedihan, atau duka, lalu ia membaca doa berikut:*_
*اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيمَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجَلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي وَغَمِّي*
*_“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu laki-laki dan perempuan. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu, keputusan-Mu berlaku atas diriku, takdir-Mu adil padaku. Aku memohon kepada-Mu dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang Engkau gunakan untuk menamai diri-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau simpan dalam ilmu gaib di sisi-Mu, agar Engkau menjadikan Al-Qur'an yang agung sebagai penyejuk hatiku, cahaya dadaku, penghapus kesedihanku, dan pelenyap kegelisahanku dan kedukaanku,”_*
*kecuali Allah akan mengangkat darinya kegelisahan itu.*
(HR. Ahmad dalam *Musnad Ahmad* no. 3712, dan dinilai sahih oleh Al-Albani dalam *Silsilah Ash-Shahihah* no. 199)
Ini termasuk obat yang bersifat syar’i.
Demikian juga dengan doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
*Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaz-ẓālimīn*
*_“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.”_*
(QS Al-Anbiya: 87)
Barang siapa yang ingin tambahan (penjelasan) tentang hal ini, silakan merujuk pada kitab-kitab para ulama dalam bab zikir, seperti _Al-Wabil Ash-Shayyib_ karya _Ibnul Qayyim_ (wafat 751 H), _Al-Kalim Ath-Thayyib_ karya Ibnu Taimiyah (wafat 728 H), _Al-Adzkar_ karya An-Nawawi (wafat 676 H), dan _Zaadul Ma‘ad_ karya Ibnul Qayyim.
Namun, tatkala iman melemah, maka jiwa pun menjadi lemah menerima pengobatan syar’i. Sekarang ini, manusia lebih bergantung pada obat-obatan fisik daripada pada pengobatan syar’i. Dulu, ketika iman masih kuat, maka pengobatan syar’i sangat berpengaruh, bahkan lebih cepat memberikan efek dibandingkan obat-obatan fisik.
Kita semua tentu tidak asing dengan kisah seorang sahabat yang diutus oleh Nabi ﷺ dalam sebuah ekspedisi. Mereka singgah di salah satu perkampungan Arab, namun penduduk kampung itu tidak menjamu mereka. Lalu Allah takdirkan kepala suku mereka tersengat binatang berbisa. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lain, “Pergilah ke orang-orang yang singgah itu, mungkin kalian akan mendapatkan seseorang yang bisa meruqyah.” Maka para sahabat berkata kepada mereka, “Kami tidak akan meruqyah pemimpin kalian kecuali kalian memberikan kami sekian kambing.” Mereka pun setuju. Lalu salah seorang sahabat datang dan hanya membacakan Surah Al-Fatihah, dan orang yang tersengat itu pun langsung bangkit seakan-akan tidak ada apa-apa sebelumnya.
Begitu besar pengaruh Surah Al-Fatihah terhadap orang itu, karena dibacakan dari hati yang penuh iman. Ketika para sahabat kembali kepada Nabi ﷺ dan menceritakan kejadian tersebut, beliau bersabda:
وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟
*_“Bagaimana engkau tahu bahwa ia adalah ruqyah?”_*
(HR. Al-Bukhari no. 5736 dan Muslim no. 2201)
Akan tetapi di zaman kita ini, agama dan iman telah melemah, dan manusia lebih bergantung pada hal-hal fisik yang tampak. Mereka benar-benar diuji dengan itu.
Namun di sisi lain, ada juga kelompok tukang sihir dan penipu yang mempermainkan akal dan harta orang-orang dengan mengaku sebagai para peruqyah yang saleh, padahal mereka adalah pemakan harta haram. Maka manusia terpecah menjadi dua kelompok yang ekstrem: ada yang mengingkari sepenuhnya pengaruh ruqyah, dan ada pula yang berlebih-lebihan dengan menipu akal orang-orang menggunakan bacaan ruqyah yang dusta dan menyesatkan. Adapun yang benar adalah jalan tengah.
Sumber: _*Fataawa Islamiyah*_ (jilid 4, hlm. 465–466)