O. Solihin
O. Solihin
June 10, 2025 at 09:52 AM
*Tiga Kemuliaan yang Nggak Banyak Orang Tahu* Gaya hidup kita hari ini makin transparan. Lagi galau? Curhat di _story_ . Lagi bokek? Bikin konten “uang receh _challenge_ ". Lagi marah? _Upload quotes_ pasif-agresif. Semua rasa dan drama hidup kayak wajib tayang, minimal seminggu sekali biar nggak “kalah eksis.” Padahal, Imam asy-Syafi’i rahimahullah pernah menyampaikan, "Kemuliaan seseorang pada tiga keadaan: 1) menyembunyikan kefakiran sampai manusia menyangka dikarenakan sifat iffahmu, engkau orang yang kaya; 2) menyembunyikan rasa marah sampai orang menyangka bahwa dirimu ridha; 3) menyembunyikan kesusahan sampai orang menyangka engkau orang yang kecukupan." (dalam Manaqib asy-Syafi'i karya al-Baihaqiy, jilid 2, hlm. 188) Lho, kok disuruh nyembunyiin? Emang bukan berarti kita jadi munafik? Tenang, Bro en Sis. Ini bukan tentang pura-pura. Ini tentang punya kelas. Lagian beda sih pembahasannya. Pertama, jangan nunjukkin kefakiran. Tutupi. Mungkin kamu pernah ketemu orang yang dompetnya tipis, tapi mukanya _happy_ terus? Bajunya mungkin cuma itu-itu aja, tapi wajahnya adem, tutur katanya elegan, dan nggak pernah minta-minta. Nah, itu dia contoh iffah, menjaga martabat. Dia sedang menahan diri dalam kefakiran. Imam Syafi’i menyebut orang ini mulia karena dia jaga harga dirinya. Dia sadar, rezeki dari Allah Ta'ala bukan buat diumbar-umbar susahnya, tapi buat dijalani dengan sabar dan usaha. Bahkan, bisa jadi orang-orang nyangka dia kaya. Bukan karena dia pamer, tapi karena dia tawadhu. Kedua, marah tapi tetap adem. Marah itu manusiawi. Tapi bisa nahan marah tanpa lempar gelas atau nyindir di _caption_ ? Itu level tertentu dari semua kesabaran. Kata Imam Syafi’i, orang yang menyembunyikan amarah sampai disangka ridha, itu tandanya hatinya udah dilatih buat tenang. Ya, mungkin kita kadang mikir gini, “Kalo nggak ngomong keras, orang nggak tahu aku sakit hati!” Padahal, ketenangan itu bukan berarti kalah. Justru ketika kita bisa diem dalam marah dan tetap berakhlak baik, itu tandanya kita menang melawan diri sendiri. Ketiga, sedih tapi tetap tegar. Ada juga orang yang hidupnya lagi diuji habis-habisan. Mungkin keluarganya lagi berantakan, mungkin mentalnya lagi jatuh, mungkin tabungannya udah minus. Tapi dia tetap hadir di masjid, tetap nyapa orang dengan senyum, tetap doain temennya dengan tulus. Nggak drama, nggak cari perhatian. Nah, ini bukan cuek atau nggak peduli, bukan pula sekadar pura-pura. Ini dewasa. Mengapa? Karena dia tahu, Allah Ta'ala lebih layak jadi tempat curhat daripada ribuan _followers_ yang belum tentu peduli. Kesusahannya dia simpan, bukan buat ditumpuk, tapi buat dijaga agar tetap kuat. Dan siapa tahu, karena kesabaran itu, Allah Ta'ala bukakan jalan yang selama ini ia tunggu. Bro en Sis, nggak perlu semua orang tahu. Hidup bukan soal siapa yang paling banyak ditonton, tapi siapa yang paling banyak ditolong Allah Ta'ala. Nggak perlu juga luka harus diumbar. Nggak banget amarah harus diumumkan. Dan nggak mesti pula kesulitan harus dijadikan konten. Kadang, justru dengan menyimpan, kita disucikan. Dengan bersabar, kita dimuliakan. Dan dengan diam, kita dijaga. Allah Ta'ala akan memuliakan kita. Insya Allah. Jadi, yuk coba tiru tiga kemuliaan ala Imam Syafi’i ini. Bukan supaya dibilang keren, tapi supaya Allah Ta'ala ridha. Ya, karena yang sejati nggak perlu sensasi. Yuk, saling mendoakan dan saling _support_ dalam kebaikan. [OS]
❤️ 5

Comments