
SEMAKIN SERUPA KRISTUS
June 2, 2025 at 02:02 AM
*Berani Menjadi Orang Kristen di Dunia yang Membusuk dan Gelap*
_Pdt. Alex Nanlohy_
Hari ini kita merenungkan tema Berani Menjadi Orang Kristen. Ketika mendengar kata “berani,” muncul pertanyaan: *dari mana datangnya keberanian itu dan untuk apa kita harus berani?*
Yesus dalam Khotbah di Bukit berkata, “Kamu adalah garam dunia” dan “Kamu adalah terang dunia” (Matius 5:13–16). Ini bukan perintah, melainkan pernyataan identitas. Yesus tidak berkata, "Kamu sebaiknya menjadi," tapi “kamu adalah.” Artinya, kita yang sudah percaya kepada-Nya, sudah menjadi garam dan terang. Pertanyaannya: apakah kita menjalani identitas itu dengan benar?
*Dunia yang Membusuk dan Gelap*
Dunia ini bukan tempat yang netral. Ini adalah dunia yang telah jatuh dalam dosa. Kita semua pernah hidup dalam dosa. Tetapi Tuhan menyelamatkan kita, bukan untuk langsung membawa kita ke surga, melainkan menempatkan kita kembali ke dalam dunia yang sedang rusak ini. Maka ada dua jenis manusia: orang berdosa yang belum kenal Kristus dan orang berdosa yang sudah kenal Kristus.
Ketika kita memahami posisi ini, kita tidak akan sombong atas keselamatan kita, melainkan bersyukur. Kita tidak memandang rendah mereka yang masih bergumul dalam dosa, karena kita pun dahulu ada di tempat itu. Kita tidak lebih baik dari mereka, hanya karena anugerah kita bisa berbeda.
*Garam Dunia: Mencegah Kebusukan*
Yesus memakai ilustrasi garam. Pada zaman itu, garam diambil dari bongkahan karang laut mati, bukan hasil pemurnian seperti sekarang. Maka garam bisa menjadi tawar, terutama bagian luar yang teroksidasi. Dan garam punya fungsi utama: mencegah pembusukan.
Yesus menyebut kita “garam dunia.” Artinya, dunia ini sedang membusuk, dan kita dipanggil untuk hadir mencegah kebusukan itu. Maka, keberadaan orang Kristen bukan sekadar untuk menambah rasa, tapi menjadi agen penahan kebusukan. Dunia sedang rusak dalam nilai, dalam moralitas, dan dalam integritas. Keberanian kita diperlukan di sini — bukan dalam arogansi, tapi dalam kerendahan hati sebagai orang berdosa yang telah ditebus.
*Terang Dunia: Menelanjangi Kegelapan*
Yesus juga berkata kita adalah “terang dunia.” Ingat, bukan hanya “terang,” tapi “terang dunia.” Artinya, kita berfungsi justru di dunia yang gelap. Pada masa itu belum ada listrik 24 jam, hanya ada pelita. Maka terang menjadi kebutuhan nyata.
Yesus berkata, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga.” Ketika kita hidup sebagai terang, orang melihat perbuatan kita — tapi bukan kita yang dimuliakan, melainkan Tuhan. Kita hanya memantulkan terang dari Sang Terang Sejati: Yesus Kristus.
Yesus adalah sumber terang. Kita bukan terang dalam diri kita sendiri. Maka kalau kita ingin bersinar, kita harus dekat dan memiliki relasi yang hidup dengan Yesus. Kita tidak dipanggil untuk bersinar dari dalam diri kita sendiri, tetapi untuk merefleksikan terang-Nya kepada dunia.
*Tantangan Hidup Sebagai Garam dan Terang*
Hidup sebagai garam dan terang bukan tanpa tantangan. Dunia ini dipenuhi nilai-nilai seperti egoisme, hedonisme, konsumerisme, dan pragmatisme. Tantangan kita adalah: berani gak hidup beda? Berani hidup sederhana? Berani menolak hal yang tidak perlu meski terlihat lucu? Berani tidak mengikuti pola sukses dunia yang hanya mengukur dari materi?
Banyak anak remaja dan pemuda yang merasa ditekan oleh nilai sukses dunia: mobil, rumah, gelar luar negeri. Bahkan arisan keluarga pun bisa menjadi ajang pembandingan. Tapi mari kita tanya: sukses menurut siapa? Tuhan mengundang kita untuk mengukur hidup dari ketaatan, bukan kekayaan.
Ada teman pensiunan PNS yang tidak kaya, karena memilih hidup jujur dan tidak korupsi. Tapi ia berani — berani ikut Tuhan, berani hidup dalam kebenaran. Mungkin hidupnya tidak berlimpah materi, tapi ia taat. Dan itu adalah sukses sejati di mata Tuhan.
*Refleksi Identitas dan Panggilan*
Ketika kita hidup sebagai anak terang, kita membawa buah: kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Paulus dalam Efesus 5 mengingatkan: “Dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang.”
Terang bukan lawan dari gelap dalam arti seimbang. Gelap hanyalah ketiadaan terang. Cerita tentang gua dan matahari menggambarkan ini dengan jelas. Saat matahari masuk ke dalam gua, gelap hilang. Begitu pula, kehadiran orang percaya yang hidup dalam terang Kristus akan menyingkapkan dan menelanjangi perbuatan gelap.
*Di Mana Garam dan Terang Itu?*
Pdt. John Stott pernah menulis: Jika daging busuk, jangan salahkan daging. Tanyakan di mana garamnya. Jika rumah gelap, jangan salahkan rumah. Tanyakan di mana lampunya. Demikian pula, jika dunia ini makin rusak dan makin gelap, jangan cepat menyalahkan dunia. Tanyakan: di mana orang-orang percaya? Di mana gereja? Di mana garam dan terang dunia itu?
Kiranya kita semua berani hadir di tengah dunia dengan identitas yang Tuhan sudah berikan. Bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk membawa perubahan. Sebab hanya dengan menjadi garam dan terang, dunia ini bisa mencicipi kasih Tuhan dan melihat kemuliaan-Nya yang nyata.
🙏
❤️
3