
SEMAKIN SERUPA KRISTUS
28 subscribers
About SEMAKIN SERUPA KRISTUS
Channel ini berfokus untuk membangun kehidupan rohani yang semakin serupa dengan Kristus. Melalui berbagai hal yang disharingkan di channel ini, kita merindukan untuk terus bertumbuh bersama, semakin serupa Kristus, dan saling berbagi sumber daya yang bisa menolong kita hidup bagi Tuhan. Kami mengundang Anda membagikan link channel ini bagi mereka yang membutuhkan. Terima kasih atas dukungan Anda.
Similar Channels
Swipe to see more
Posts

*Kejadian 19–21* _Begitu banyak rasa takut, kecewa, cemas, dan kekhawatiran kita berakar dari sikap meremehkan apa yang Allah sanggup dan bersedia lakukan._ Ketenangan dan kesabaran hati tidak ditemukan dalam usaha memahami apa yang sedang terjadi atau mencoba membayangkan bagaimana mungkin Allah akan menggenapi janji-janji-Nya. Ketenangan dan kesabaran hati ditemukan dalam mempercayai Dia yang sudah mengetahui semuanya dan tahu persis bagaimana Dia akan menggenapi apa yang telah dijanjikan-Nya. Kita ini manusia terbatas. Kita membawa batasan-batasan rohani, mental, emosional, dan fisik ke mana pun kita pergi. Kita terbatas dalam hal kebenaran, hikmat, dan kekuatan. Kecuali kita beristirahat dalam hadirat dan kuasa Tuhan, kita akan menilai situasi dari perspektif keterbatasan kita yang banyak itu. Ini berarti bahwa hal-hal yang menurut kita sepenuhnya mustahil sebenarnya sangat mungkin bagi Tuhan kita. Kekuatan-Nya, pengertian-Nya, belas kasihan-Nya, dan kasih karunia-Nya tidak terbatas. Kadang kita membuat janji yang tulus, namun kemudian menyadari bahwa kita tidak mampu menepatinya. Kita tahu ada hal-hal yang harus dilakukan, tetapi kita tidak memiliki kekuatan atau hikmat untuk melakukannya. Tidak ada satu pun yang Allah janjikan untuk dilakukan, atau yang kita butuhkan untuk Dia lakukan, yang tidak sanggup Dia lakukan. Tidak ada satu pun. Setiap berkat yang kita miliki berasal dari kuasa-Nya yang mengendalikan kekuatan alam, peristiwa sejarah, dan perkembangan situasi. Bukan hanya Dia yang menciptakan segalanya, tetapi segala yang Dia ciptakan pun tunduk kepada perintah-Nya. Dia agung, mahakuasa dalam kekuatan dan hikmat. Dia bisa dan akan melakukan apa yang telah Dia janjikan. Jadi, usia Abraham dan Sara sama sekali bukan halangan bagi Allah—sama seperti keterbatasan manusia lainnya tidak dapat menghambat kemampuan-Nya untuk menepati janji-Nya. *Kejadian 21:1–7* mencatat kelahiran anak yang dijanjikan, Ishak. Dicatat juga bahwa Abraham berusia seratus tahun. Ya, seratus tahun! Allah, Tuhan langit dan bumi, juga adalah Tuhan atas rahim seorang perempuan tua, dan Dia dapat melakukan melalui rahim itu apa yang telah dijanjikan-Nya. Dia adalah Tuhan. Dia tidak dibatasi oleh kelemahan kita. Saat saya membaca kisah penantian panjang Abraham dan Sara akan anak yang dijanjikan, saya juga teringat akan Seorang Anak lain yang dijanjikan. Harapan dunia bergantung pada Anak yang dijanjikan ini, namun seabad demi seabad berlalu, tampaknya Anak itu tak kunjung datang. Tetapi suatu malam di sebuah kandang di Betlehem, kepada seorang tukang kayu sederhana dan istrinya, Sang Mesias yang dijanjikan lahir. Tidak ada satu pun hal sepanjang abad-abad yang telah berlalu itu yang sanggup menghalangi janji Allah. Yesus, Anak Manusia, Anak Allah, Anak Domba, Sang Juruselamat, lahir tepat pada waktunya untuk menyediakan pembenaran, pendamaian, pengampunan, dan hidup baru bagi semua yang percaya. Janji-janji Allah tidak dibatasi oleh kelemahan manusia ataupun waktu yang berlalu. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu; Allah akan menggenapi apa yang telah dijanjikan-Nya. Diterjemahkan dari: *EVERYDAY GOSPEL* _A Daily Devotional Connecting Scripture to All_ of Life Paul David Tripp

https://www.threads.com/@alexnanlohy74/post/DKBEm5wTdpb?xmt=AQF0Is3Dh2OseRG4OLecwUb725agyee7vUqHNw5un21_UQ

*Dua Cara untuk “Mencintai”* _(Dari *The Meaning of Marriage* - Timothy Keller)_ Salah satu puisi dari Songs of Experience karya William Blake menunjukkan dengan sangat tajam bahwa ada dua cara menjalani hubungan romantis _Cinta tak mencari kesenangan bagi diri,_ _Tak peduli pada dirinya sendiri,_ _Tapi demi yang lain ia berkorban,_ _Dan membangun surga dalam keputusasaan neraka._ _Cinta hanya mencari kesenangan bagi diri,_ _Mengikat yang lain demi kenikmatannya,_ _Bergembira atas hilangnya kenyamanan orang lain,_ Dan membangun neraka _dalam terang surga._ (dari *“The Clod and the Pebble”*) Adalah mungkin seseorang merasa “sangat jatuh cinta” pada orang lain, padahal sebenarnya itu hanya ketertarikan terhadap seseorang yang dapat memenuhi kebutuhannya dan mengatasi rasa tidak aman serta keraguan terhadap diri sendiri. Dalam jenis hubungan seperti ini, seseorang akan cenderung menuntut dan mengontrol, bukan melayani dan memberi. Satu-satunya cara untuk menghindari pengorbanan sukacita dan kebebasan pasangan di altar kebutuhan diri sendiri adalah dengan berpaling kepada Sang Kekasih sejati dari jiwa Anda. Dia rela mengorbankan diri-Nya di kayu salib, menanggung hukuman yang seharusnya Anda terima karena dosa terhadap Allah dan sesama. Di salib, Dia ditinggalkan dan mengalami keterhilangan seperti neraka, tetapi Ia menjalani semuanya untuk kita. Karena pengorbanan kasih Sang Anak, Anda dapat merasakan surga dalam kasih Bapa melalui karya Roh Kudus. Yesus sungguh “membangun surga dalam keputusasaan neraka.” Dan ketika jiwa Anda dikuatkan oleh kasih Allah, Anda pun sekarang dapat memberikan diri dalam pelayanan kasih kepada pasangan Anda. *“Kita mengasihi, karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita.”* _(1 Yohanes 4:19)_

*Kejadian 22–24* _Ketika hidup terasa tidak masuk akal, kita tidak kehilangan pengharapan ataupun pertolongan karena kita adalah anak-anak Allah._ Aku sedang menghadapi operasi keenam dalam dua tahun terakhir. Bagiku, ini adalah momen yang terasa tidak masuk akal. Hidup tidak lagi masuk akal. Operasi ini akan jauh lebih berat dan menyakitkan daripada yang sebelumnya, dan masa pemulihannya pun akan jauh lebih lama. Jika setiap empat bulan kamu menjalani operasi, tubuhmu tidak memiliki waktu yang cukup untuk pulih sebelum operasi berikutnya. Tubuhku sudah lemah dan sangat kelelahan. Aku sulit tidur dan tidak memiliki banyak energi untuk menjalani hari. Padahal, aku sedang berada dalam kesempatan pelayanan terbaik yang pernah kumiliki. Pengaruh Injil yang kumiliki lebih besar dari yang pernah kubayangkan. Aku melihat banyak tempat yang membutuhkan penjelasan dan penerapan Injil. Tapi aku tidak punya kekuatan. Rasanya tidak masuk akal aku berada dalam masa pengaruh pelayanan terbesar, namun secara fisik tidak mampu melakukan apa yang telah kupanggil dan kukaruniai untuk dilakukan. Di mana Allah? Apa yang sedang Ia lakukan? Apa yang telah Ia berikan padaku untuk momen ini? Demikian juga kehidupan Abraham. Anak mukjizat, Ishak, telah lahir. Allah setia pada janji-Nya. Tetapi sekarang, dalam alur cerita yang mengejutkan, Allah meminta Abraham untuk mempersembahkan anak yang dijanjikan itu sebagai korban (Kej. 22). Ini tampak seperti tipuan yang paling kejam: membangun harapan lalu menghancurkannya seketika. Inilah momen di mana hidup benar-benar terasa tidak masuk akal. Dalam menceritakan kembali kisah ini, kitab Ibrani menjelaskan bahwa Allah sedang menguji Abraham (Ibr. 11:17–19). Ini bukan ujian yang menentukan lulus atau gagal. Ini seperti proses pengerasan logam—dipanaskan pada suhu tinggi untuk membuatnya lebih kuat. Ketika Allah meminta Abraham mempersembahkan Ishak, Dia tidak sedang melakukan sesuatu terhadapnya, tetapi melakukan sesuatu yang indah untuknya. Allah sedang membangun iman Abraham dengan membuktikan kesediaannya untuk taat kepada Allah apapun yang terjadi, dan memberi kesempatan kepada Abraham untuk mengalami kesetiaan Allah dalam menyediakan, di tengah kebutuhan yang genting. Lihatlah, dari perspektif Tuhan yang mengikat dan memegang perjanjian dengan Abraham, momen yang tampak tak masuk akal ini justru adalah bagian yang sangat masuk akal dari rencana-Nya bagi Abraham dan semua orang yang akan diberkati melalui dia. Dan perlu dicatat bahwa dalam masa sulit ini, Abraham tidak sendirian tanpa pengharapan atau pertolongan. Karena ia adalah anak perjanjian, Abraham memiliki harta yang kuat dan mengubah hidup. Apa yang ia miliki? Ia memiliki perintah Allah yang jelas, janji Allah yang pasti, penyertaan Allah yang memberkati, dan ia menjadi sasaran dari kuasa Allah yang tak terbatas. Abraham tidak tanpa pertolongan atau harapan karena ia tidak sendiri. Kisah tentang hampir dikorbankannya Ishak mengarahkan kita pada pengorbanan Anak yang dijanjikan lainnya, yaitu Yesus. Anak ini mati supaya kita pun diberkati di saat-saat sulit dengan kehadiran Allah, kuasa-Nya, perintah-perintah-Nya, dan janji-janji-Nya—selalu memiliki pertolongan dan harapan yang kita butuhkan, bahkan ketika hidup tampak tidak masuk akal. Diterjemahkan dari: *EVERYDAY GOSPEL* _A Daily Devotional Connecting Scripture to All_ of Life Paul David Tripp

*Kejadian 16–18* _Kita sering tergoda untuk mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah._ Ketika kamu membentak anak-anakmu, berpikir bahwa kata-kata keras dan suara tinggi akan mengubah hati mereka, kamu sedang mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Ketika kamu disakiti oleh pasanganmu dan memilih membalas dengan diam seribu bahasa, kamu sedang mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Ketika kamu menghadapi dosa dengan program perbaikan diri daripada berseru meminta pertolongan dan anugerah yang memberdayakan, kamu sedang mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Ketika kamu memaksa membuka pintu pelayanan daripada mempercayai pimpinan Tuhan, kamu sedang mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Ketika kamu dengan tidak sabar menghantam orang lain dengan Injil daripada membiarkan Roh Kudus bekerja di hati mereka, kamu sedang mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Inilah pergumulan Abram. Allah telah berjanji akan memberikan kepada Abram dan Sarai seorang anak. Ini bukan sekadar anak, tetapi anak yang menjadi saluran janji Allah kepada keturunan-keturunan berikutnya. Sarai dan Abram menunggu tahun demi tahun, namun anak itu tak kunjung datang. Kini Sarai sudah terlalu tua untuk bisa mengandung (Kej. 16–18). Ketika kita berada dalam situasi di mana kita berharap pada janji Tuhan tetapi janji itu belum juga digenapi, sangat sulit untuk menunggu. Pada awalnya kita hanya sedikit khawatir, tetapi kekhawatiran berubah menjadi ketakutan, dan ketakutan berubah menjadi kepanikan. Dalam kepanikan itu, kita mulai berpikir bagaimana kita bisa mengambil alih dan melakukan sendiri apa yang selama ini kita harapkan Tuhan yang lakukan. Tanyakan pada dirimu: berapa banyak dari tindakanmu yang lebih dibentuk oleh ketakutan akan “bagaimana jika” daripada oleh iman kepada Allah? Lalu Sarai memberikan Hagar, hamba perempuannya, kepada Abram—mengambil alih kendali untuk memenuhi janji Allah. Abram seharusnya menolak, tapi dia tidak melakukannya. Hagar pun mengandung, Sarai menjadi cemburu, dan mulai memperlakukan Hagar dengan buruk. Hagar melarikan diri dari rumah itu untuk menghindari situasi yang mengerikan. Rumah tangga Abram pun menjadi terpecah untuk selamanya karena Abram dan Sarai mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah. Namun Allah adalah Allah yang penuh anugerah. Ia tidak membatalkan janji perjanjian-Nya kepada Abram. Bahkan, Dia tetap menggenapi janji dengan memberikan anak yang dijanjikan dan juga memberkati Hagar. Allah tidak akan meninggalkan janji-Nya, bahkan ketika kita tidak mau menunggu dan malah mencoba dengan hikmat dan kekuatan kita sendiri untuk melakukan apa yang hanya bisa dilakukan oleh-Nya. Hari ini, apakah kamu akan tergoda untuk mencoba melakukan dengan kekuatan manusia apa yang hanya bisa dilakukan oleh Allah? Maukah kamu belajar menunggu? Maukah kamu percaya pada kehadiran, kuasa, dan kesetiaan Tuhanmu? Maukah kamu menemukan damai dalam kenyataan bahwa waktu Tuhan selalu tepat? Maukah kamu beristirahat dalam kepastian janji-janji Tuhan? Diterjemahkan dari: *EVERYDAY GOSPEL* _A Daily Devotional Connecting Scripture to All_ of Life Paul David Tripp

*Berani Menjadi Orang Kristen di Dunia yang Membusuk dan Gelap* _Pdt. Alex Nanlohy_ Hari ini kita merenungkan tema Berani Menjadi Orang Kristen. Ketika mendengar kata “berani,” muncul pertanyaan: *dari mana datangnya keberanian itu dan untuk apa kita harus berani?* Yesus dalam Khotbah di Bukit berkata, “Kamu adalah garam dunia” dan “Kamu adalah terang dunia” (Matius 5:13–16). Ini bukan perintah, melainkan pernyataan identitas. Yesus tidak berkata, "Kamu sebaiknya menjadi," tapi “kamu adalah.” Artinya, kita yang sudah percaya kepada-Nya, sudah menjadi garam dan terang. Pertanyaannya: apakah kita menjalani identitas itu dengan benar? *Dunia yang Membusuk dan Gelap* Dunia ini bukan tempat yang netral. Ini adalah dunia yang telah jatuh dalam dosa. Kita semua pernah hidup dalam dosa. Tetapi Tuhan menyelamatkan kita, bukan untuk langsung membawa kita ke surga, melainkan menempatkan kita kembali ke dalam dunia yang sedang rusak ini. Maka ada dua jenis manusia: orang berdosa yang belum kenal Kristus dan orang berdosa yang sudah kenal Kristus. Ketika kita memahami posisi ini, kita tidak akan sombong atas keselamatan kita, melainkan bersyukur. Kita tidak memandang rendah mereka yang masih bergumul dalam dosa, karena kita pun dahulu ada di tempat itu. Kita tidak lebih baik dari mereka, hanya karena anugerah kita bisa berbeda. *Garam Dunia: Mencegah Kebusukan* Yesus memakai ilustrasi garam. Pada zaman itu, garam diambil dari bongkahan karang laut mati, bukan hasil pemurnian seperti sekarang. Maka garam bisa menjadi tawar, terutama bagian luar yang teroksidasi. Dan garam punya fungsi utama: mencegah pembusukan. Yesus menyebut kita “garam dunia.” Artinya, dunia ini sedang membusuk, dan kita dipanggil untuk hadir mencegah kebusukan itu. Maka, keberadaan orang Kristen bukan sekadar untuk menambah rasa, tapi menjadi agen penahan kebusukan. Dunia sedang rusak dalam nilai, dalam moralitas, dan dalam integritas. Keberanian kita diperlukan di sini — bukan dalam arogansi, tapi dalam kerendahan hati sebagai orang berdosa yang telah ditebus. *Terang Dunia: Menelanjangi Kegelapan* Yesus juga berkata kita adalah “terang dunia.” Ingat, bukan hanya “terang,” tapi “terang dunia.” Artinya, kita berfungsi justru di dunia yang gelap. Pada masa itu belum ada listrik 24 jam, hanya ada pelita. Maka terang menjadi kebutuhan nyata. Yesus berkata, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga.” Ketika kita hidup sebagai terang, orang melihat perbuatan kita — tapi bukan kita yang dimuliakan, melainkan Tuhan. Kita hanya memantulkan terang dari Sang Terang Sejati: Yesus Kristus. Yesus adalah sumber terang. Kita bukan terang dalam diri kita sendiri. Maka kalau kita ingin bersinar, kita harus dekat dan memiliki relasi yang hidup dengan Yesus. Kita tidak dipanggil untuk bersinar dari dalam diri kita sendiri, tetapi untuk merefleksikan terang-Nya kepada dunia. *Tantangan Hidup Sebagai Garam dan Terang* Hidup sebagai garam dan terang bukan tanpa tantangan. Dunia ini dipenuhi nilai-nilai seperti egoisme, hedonisme, konsumerisme, dan pragmatisme. Tantangan kita adalah: berani gak hidup beda? Berani hidup sederhana? Berani menolak hal yang tidak perlu meski terlihat lucu? Berani tidak mengikuti pola sukses dunia yang hanya mengukur dari materi? Banyak anak remaja dan pemuda yang merasa ditekan oleh nilai sukses dunia: mobil, rumah, gelar luar negeri. Bahkan arisan keluarga pun bisa menjadi ajang pembandingan. Tapi mari kita tanya: sukses menurut siapa? Tuhan mengundang kita untuk mengukur hidup dari ketaatan, bukan kekayaan. Ada teman pensiunan PNS yang tidak kaya, karena memilih hidup jujur dan tidak korupsi. Tapi ia berani — berani ikut Tuhan, berani hidup dalam kebenaran. Mungkin hidupnya tidak berlimpah materi, tapi ia taat. Dan itu adalah sukses sejati di mata Tuhan. *Refleksi Identitas dan Panggilan* Ketika kita hidup sebagai anak terang, kita membawa buah: kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Paulus dalam Efesus 5 mengingatkan: “Dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang.” Terang bukan lawan dari gelap dalam arti seimbang. Gelap hanyalah ketiadaan terang. Cerita tentang gua dan matahari menggambarkan ini dengan jelas. Saat matahari masuk ke dalam gua, gelap hilang. Begitu pula, kehadiran orang percaya yang hidup dalam terang Kristus akan menyingkapkan dan menelanjangi perbuatan gelap. *Di Mana Garam dan Terang Itu?* Pdt. John Stott pernah menulis: Jika daging busuk, jangan salahkan daging. Tanyakan di mana garamnya. Jika rumah gelap, jangan salahkan rumah. Tanyakan di mana lampunya. Demikian pula, jika dunia ini makin rusak dan makin gelap, jangan cepat menyalahkan dunia. Tanyakan: di mana orang-orang percaya? Di mana gereja? Di mana garam dan terang dunia itu? Kiranya kita semua berani hadir di tengah dunia dengan identitas yang Tuhan sudah berikan. Bukan untuk menyombongkan diri, tetapi untuk membawa perubahan. Sebab hanya dengan menjadi garam dan terang, dunia ini bisa mencicipi kasih Tuhan dan melihat kemuliaan-Nya yang nyata.

_Refleksi Pembinaan Staf Siswa Perkantas 2025_ *Melayani Generasi Z dan Alpha: Tantangan dan Peluang bagi Pelayan Masa Kini* *_Pendahuluan_* Setiap generasi hadir dengan dinamika, nilai, serta tantangannya masing-masing. Di era saat ini, generasi Z dan Alpha menjadi fokus pelayanan gereja dan lembaga Kristen karena mereka sedang atau akan memasuki masa pembentukan identitas dan tanggung jawab. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda dibanding generasi sebelumnya, mereka tetap menjadi ladang pelayanan yang kaya akan potensi. Refleksi ini bertujuan untuk mengurai tantangan dan peluang dalam melayani generasi Z dan Alpha serta menawarkan pendekatan praktis dalam menjangkau dan membimbing mereka. *1. Well Informed: Tantangan Informasi dan Peluang Kemitraan* _Tantangan_ Generasi Z dan Alpha tumbuh dalam era digital yang penuh dengan banjir informasi. Mereka terbiasa mencari jawaban secara cepat dan mandiri lewat internet, media sosial, dan AI. Namun, kecepatan informasi tidak selalu dibarengi dengan kedalaman dan keakuratan. _Peluang_ Sebagai pelayan, kita dapat berperan sebagai partner dalam proses pencarian kebenaran. Ini menjadi peluang untuk memperkenalkan pendekatan berpikir kritis yang Alkitabiah. Dunia digital juga dapat dimanfaatkan untuk menyediakan konten bermutu yang dapat dipercaya, seperti video renungan, diskusi online, atau podcast rohani. *2. Otonom: Tantangan Otoritas dan Peluang Kepemimpinan* _Tantangan_ Generasi ini sangat menghargai kebebasan berpikir dan membuat keputusan sendiri. Mereka tidak mudah tunduk pada otoritas hanya karena "itu sudah tradisinya." Hal ini bisa menimbulkan sikap self-righteous dan menolak bimbingan. _Peluang_ Kemandirian ini menunjukkan potensi kepemimpinan yang besar. Pelayan Tuhan dapat memfasilitasi proses mentoring yang bersifat dialogis, bukan otoritatif. Ketika mereka merasa dihargai, mereka lebih terbuka untuk dibimbing dan bertumbuh sebagai pemimpin yang berdampak. *3. Masalah Relasi: Tantangan Interaksi dan Peluang Kedekatan* _Tantangan_ Banyak dari mereka mengalami kesulitan membangun relasi yang mendalam. Kecanggihan teknologi sering kali membuat interaksi menjadi dangkal. Mereka cenderung canggung dalam mengungkapkan kerentanan atau masalah pribadi secara langsung. _Peluang_ Ini menjadi momen penting untuk memperkenalkan komunitas rohani yang sehat, tempat mereka belajar membuka diri dan berelasi dengan generasi lain. Pelayan dapat menjembatani relasi lintas generasi dan menciptakan ruang aman untuk berbagi pergumulan hidup dan pertumbuhan iman. *4. Budaya Instan: Tantangan Proses dan Peluang Pendidikan Nilai* _Tantangan_ Generasi ini hidup dalam budaya yang menekankan hasil cepat. Hal ini membuat mereka kurang menghargai proses, kesabaran, dan nilai-nilai yang terbentuk dalam perjuangan. _Peluang_ Melalui pemuridan yang konsisten dan proyek pelayanan jangka panjang, pelayan dapat mengajarkan pentingnya proses dan nilai-nilai kehidupan. Digital resources seperti aplikasi Alkitab, jurnal rohani digital, dan video dokumenter juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembelajaran berkelanjutan. *5. Masalah Mental Health: Tantangan Emosional dan Peluang Kesadaran* _Tantangan_ Tekanan akademik, media sosial, dan ketidakseimbangan hidup membuat generasi ini rentan terhadap masalah kesehatan mental. Waktu layar yang tinggi dapat memengaruhi kualitas tidur, relasi, dan fokus. _Peluang_ Kesadaran mereka akan pentingnya mental health bisa menjadi pintu masuk untuk membicarakan pemulihan dan pengharapan dalam Kristus. Pelayan dapat membantu mereka menyeimbangkan aktivitas daring dan luring, mendampingi dalam doa, dan membuka ruang konseling atau kelompok pemulihan. *_Penutup_* Generasi Z dan Alpha bukanlah tantangan yang perlu ditakuti, melainkan kesempatan emas yang perlu ditangkap oleh gereja dan para pelayan Tuhan. Dengan memahami karakteristik mereka, kita dapat mengembangkan pelayanan yang relevan, relasional, dan berdampak. Tuhan yang memanggil kita untuk melayani mereka juga menyediakan hikmat dan cara untuk menjangkau mereka. Mari kita melayani dengan kasih, ketekunan, dan keberanian untuk menjadi sahabat perjalanan iman mereka.


*Kejadian 12–15* _Harapan dalam hidup ini dan yang akan datang tidak ditemukan dalam upayamu mencari Allah, tetapi dalam anugerah-Nya yang memilih untuk mengikat perjanjian denganmu._ “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat’” *(Kej. 12:1–3)*. Bacalah ayat-ayat ini lagi. Mungkin tidak ada bagian yang lebih penting dalam Perjanjian Lama selain ini. Rasul Paulus sangat memahami arti penebusan yang dahsyat dari momen ini ketika ia menulis: _“Jadi kamu lihat, mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. Dan Kitab Suci, yang terlebih dahulu mengetahui bahwa Allah membenarkan bangsa-bangsa bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: ‘Olehmu segala bangsa akan diberkati.’ Jadi mereka yang hidup dari iman diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. ... Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.”_ *(Gal. 3:7–9, 29)* Perjanjian Allah dengan Abram bukanlah sekadar Allah melimpahkan kebaikan kepada seorang laki-laki zaman dulu dan keluarganya. Di dalam janji Allah kepada Abram, tertanam berkat yang akan menjangkau seluruh bumi. Dunia ini yang mengeluh dan terluka oleh dosa, dengan penderitaan dan kejatuhannya yang tak terelakkan, menemukan pengharapannya dalam curahan anugerah yang dicurahkan atas Abram dan keturunannya. Bagaimana kita tahu ini? Perkataan Paulus menegaskan ketika ia menghubungkan Abraham dengan Kristus; janji-janji yang diberikan kepada Abraham menjadi milik semua orang yang dipersatukan dengan Kristus oleh anugerah melalui iman. Hari ini, harapanmu—sebagai seorang ibu atau ayah, suami atau istri, orang muda atau tua, pria atau wanita, anak-anak atau remaja, pekerja atau atasan, sahabat atau tetangga—tidak terletak pada posisi, kepopuleran, uang, pencapaian, keluarga, atau talenta. Harapan itu tidak ditemukan dalam hikmatmu, kekuatanmu, atau rekam jejak ketaatanmu. Harapan itu hanya ditemukan dalam satu hal: sebagai tindakan kasih karunia yang tidak layak dan berdaulat, Allah memilih untuk menyertakanmu dalam berkat kekal dari janji perjanjian-Nya. Kamu tidak akan pernah bisa meraih, layak, atau pantas mendapatkan tempat dalam kemuliaan dan anugerah di meja perjanjian kekal Allah. Tidak peduli seberapa dalam pengetahuan Alkitabmu, seberapa lama kamu mengenal Tuhan, seberapa tajam pemahaman teologismu, atau seberapa dewasa rohanimu—pengharapanmu hari ini dan selama-lamanya bukan berasal dari semua itu, tetapi karena Allah memilih untuk menyertakanmu dalam janji perjanjian yang Ia buat dengan Abraham. Rayakanlah kasih karunia yang luar biasa ini hari ini dan sepanjang hidupmu. Diterjemahkan dari: *EVERYDAY GOSPEL* _A Daily Devotional Connecting Scripture to All_ of Life Paul David Tripp