ILMUI
ILMUI
May 20, 2025 at 10:41 PM
بسم الله الرحمن الرحيم ✂️ KESERUPAAN AHLUL KITAB DENGAN FANATIKUS MADZHAB ✂️ Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh: تهديد هؤلاء المعاندين الذين أوتوا الكتاب، وعلموا الحق، ولم يتبعوه؛ لقوله تعالى: {وما الله بغافل عما يعملون} ؛ ويشبه هؤلاء من بعض الوجوه من يتعصب لمذهبه ــــ ولو علم أن الحق في خلافه ــــ إحساناً للظن بمن قلدهم؛ ولو أتيتهم بكلام من كلام مشايخهم قالوا: على العين والرأس! ولهذا أكثر شيخ الإسلام ــــ رحمه الله ــــ في «الفتوى الحموية» النقول عن العلماء من الأشاعرة، وغيرهم؛ وقال: «إنه ليس كل من نقلنا قوله فإننا نقول به؛ ولكن لما كان بعض الطوائف منتحلاً إلى إمام أو مذهب، صار لو أُتي بكل آية ما تبعها حتى يؤتى بشيء من كلامهم" وهذا من الدعوة بالحكمة فإنه يقنع المعارض بما لا يمكنه نفيه ومعارضته إذا أتى إليه بشيء من كلام مقلده لا يمكنه أن يحيد عنه وهؤلاء المتعصبون للمذاهب إذا قلنا لهم هذا الإمام الشافعي والإمام مالك والإمام أحمد والإمام أبوحنيفة كلهم ينكرون تقليدهم مع مخالفة الكتاب، والسنة، ويقولون: «اضربوا بأقوالنا عُرض الحائط إذا خالفت الكتاب، والسنة» ؛ ولهم عبارات في هذا المعنى كثيرة؛ وإذا كانوا يقولون هكذا فإن الذين يتعصبون لهم مع مخالفة الدليل لم يقلدوهم [ابن عثيمين ,تفسير العثيمين: الفاتحة والبقرة ,2/132] حقيقة؛ ولو قلدوهم حقيقة لكانوا إذا بين لهم الدليل أخذوا به كما أمر به هؤلاء الأئمة؛ لكنهم لم يقلدوهم حقيقة؛ بل تعصبوا تعصباً لا يحمدون عليه ما دام قام الدليل على خلافه؛ أما إذا لم يقم الدليل عند الإنسان ــــ سواء كان ممن يطلب الدليل، ويستطيع أن يعرف الحكم بالأدلة؛ أو لم يكن كذلك ــــ فهذا على كل حال يعذر إذا قلد من يرى أنه أقرب إلى الحق؛ أما مع وضوح الدليل، وبيانه فإن التقليد حرام؛ ولهذا يقول شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله: إن التقليد بمنزلة أكل الميتة يحل للضرورة، أما مع وجود لحم مذكّى فلا تأكل الميتة؛ فمع وجود الدليل من الكتاب، والسنة، وتبينه للإنسان فإنه لا يحل له أن يقلد؛ ولهذا لم يأمر الله بسؤال أهل العلم إلا عند عدم العلم فقال تعالى: {فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون * بالبينات والزبر} [النحل: 43، 44] ؛ أما إذا كنا نعلم بالبينات، والزبر فلا نسألهم؛ ونأخذ من البينات، والزبر. [ابن عثيمين ,تفسير العثيمين: الفاتحة والبقرة ,2/133] Ancaman terhadap orang-orang yang keras kepala dari kalangan ahli kitab, yang telah diberi pengetahuan dan mengetahui kebenaran namun tidak mengikutinya, karena firman Allah Ta’ala: "Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan". Orang-orang ini mirip dalam beberapa hal dengan mereka yang fanatik terhadap mazhabnya — meskipun dia tahu bahwa kebenaran berada di pihak lain — karena berbaik sangka kepada orang yang mereka ikuti (taqlid). Jika kamu membawakan mereka ucapan dari para syekh mereka, mereka akan berkata: “Di atas kepala dan mata kami!” (artinya: kami hormati dan terima). Oleh karena itu, Syaikhul Islam rahimahullah dalam “al-Fatawa al-Hamawiyyah” banyak mengutip dari para ulama kalangan Asy’ariyah dan selain mereka, dan beliau berkata: > "Bukan berarti setiap ucapan yang kami nukil, kami juga berpendapat dengannya. Akan tetapi, karena sebagian golongan menisbatkan diri kepada seorang imam atau mazhab tertentu, maka meskipun dibawakan kepada mereka semua ayat (Al-Qur'an), mereka tidak akan mengikutinya hingga dibawakan ucapan dari tokoh mereka sendiri." Ini termasuk bentuk dakwah dengan hikmah, karena bisa meyakinkan pihak yang menentang dengan sesuatu yang tidak bisa ia sangkal atau tolak ketika dibawakan ucapan dari orang yang ia taqlidi, yang tidak bisa ia berpaling darinya. Adapun orang-orang yang fanatik terhadap mazhab, jika dikatakan kepada mereka bahwa Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah semuanya menolak untuk ditaqlidi jika ucapan mereka bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah — dan mereka berkata: > “Buanglah ucapan kami ke dinding jika bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah” — dan mereka memiliki banyak ungkapan dengan makna serupa, maka jelaslah bahwa orang-orang yang fanatik terhadap mereka saat menentang dalil, sesungguhnya tidak benar-benar mengikuti mereka (para imam mazhab). Seandainya mereka benar-benar mengikuti mereka (secara sungguh-sungguh), maka saat ditunjukkan dalil kepada mereka, mereka akan menerimanya, sebagaimana para imam tersebut memerintahkannya. Namun faktanya, mereka tidak mengikuti para imam tersebut secara nyata, melainkan mereka fanatik secara berlebihan yang tidak terpuji selama dalil telah menunjukkan hal yang sebaliknya. Adapun jika dalil tidak jelas bagi seseorang — baik dia termasuk yang mencari dalil dan mampu memahami hukum dari dalil, maupun yang tidak — maka dia dimaafkan jika bertaqlid kepada orang yang menurutnya paling dekat kepada kebenaran. Namun, jika dalil sudah jelas dan terang, maka taqlid menjadi haram. Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: > “Taqlid itu seperti memakan bangkai, hanya halal karena darurat. Jika sudah ada daging yang disembelih secara syar’i, maka jangan makan bangkai.” Begitu juga, jika telah ada dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah dan jelas bagi seseorang, maka tidak halal baginya untuk bertaqlid. Karena itulah Allah tidak memerintahkan untuk bertanya kepada ahli ilmu kecuali dalam keadaan tidak mengetahui, sebagaimana firman-Nya: > “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui, dengan membawa keterangan dan kitab-kitab.” (QS. An-Nahl: 43–44) Namun jika kita sudah mengetahui dengan keterangan yang jelas dan kitab-kitab, maka kita tidak perlu bertanya kepada mereka, cukup kita ambil dari keterangan yang jelas dan dari kitab-kitab. — 📚 [Ibnu ‘Utsaimin, Tafsir al-‘Utsaimin: al-Fatihah dan al-Baqarah, 2/132–133] Telegram: https://t.me/ilmui WA: https://whatsapp.com/channel/0029VaALfMAGJP8PEIsVk33P #share_gratis, #tanpa_logo, #tanpa_minta_donasi, #tanpa_yayasan #keserupaan #ahlul #kitab #fanatikus #madzhab

Comments