ILMUI
ILMUI
May 22, 2025 at 10:56 AM
☄MAKNA THOGHUT☄ سئل فضيلة الشيخ: عن تعريف الطاغوت؟ Syaikh Ibnu Utsaimin rohimahulloh ditanya tentang Thogut: فأجاب بقوله: الطاغوت مشتق من الطغيان، والطغيان مجاوزة الحد ومنه قوله تعالى: {إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ} يعني لما زاد الماء عن الحد المعتاد حملناكم في الجارية يعني السفينة. واصطلاحًا أحسن ما قيل في تعريفه ما ذكره ابن القيم رحمه الله أنه -أي الطاغوت-: "كل ما تجاوز به العبد حده من معبود، أو متبوع أو مطاع". ومراده بالمعبود والمتبوع والمطاع غير الصالحين، أما الصالحون فليسوا طواغيت وإن عبدوا، أو اتبعوا، أو أطيعوا فالأصنام التي تعبد من دون الله طواغيت وعلماء السوء الذين يدعون إلى الضلال والكفر، أو يدعون إلى البدع، وإلى تحليل ما حرم الله، أو تحريم ما أحل الله طواغيت والذين يزينون لولاة الأمر الخروج عن شريعة الإسلام طواغيت؛ لأن هؤلاء تجاوزوا حدهم، فإن حد العالم أن يكون متبعًا لما جاء به النبي صلى الله عليه وسلم؛ لأن العلماء حقيقة ورثة الأنبياء، يرثونهم في أمتهم علمًا، وعملًا, وأخلاقًا، ودعوة، وتعليمًا، فإذا تجاوزوا هذا الحد وصاروا يزينون للحكام الخروج عن شريعة الإسلام بمثل هذه النظم فهم طواغيت؛ لأنهم تجاوزوا ما كان يجب عليهم أن يكونوا عليه من متابعة الشريعة. وأما المطاع في قوله رحمه الله فيريد به الأمراء الذي يطاعون شرعًا، أو قدرًا، فالأمراء يطاعون، شرعًا إذا أمروا بما لا يخالف أمر الله ورسوله فالواجب على الرعية إذا أمر ولي الأمر بأمر لا يخالف أمر الله الواجب عليهم السمع والطاعة، وطاعتهم لولاة الأمر في هذا الحال بهذا القيد طاعة الله عز وجل، ولهذا ينبغي أن نلاحظ حين ننفذ ما أمر به ولي الأمر مما تجب طاعته فيه أننا في ذلك نتعبد لله تعالى ونتقرب إليه بطاعته، حتى يكون تنفيذنا لهذا الأمر قربة إلى الله عز وجل, وإنما ينبغي لنا أن نلاحظ ذلك؛ لأن الله تعالى يقول: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} . وأما طاعة الأمراء قدرًا فإن الأمراء إذا كانوا أقوياء في سلطتهم فإن الناس يطيعونهم بقوة السلطان, وإن لم يكن بوازع الإيمان؛ لأن طاعة ولي الأمر تكون بوازع الإيمان, وهذه هي الطاعة النافعة، النافعة لولاة الأمر، والنافعة للناس أيضًا، وقد تكون الطاعة بوازع السلطان بحيث يكون قويًّا يخشى الناس منه ويهابونه؛ لأنه ينكل بمن خالف أمره. ولهذا نقول: إن الناس مع حكامهم في هذه المسألة ينقسمون إلى أحوال أربع. الحالة الأولى: أن يقوى الوازع الإيماني والرادع السلطاني وهذه أكمل الأحوال وأعلاها. الحالة الثانية: أن يضعف الوازع الإيماني والرادع السلطاني وهذه أدنى الأحوال وأخطرها على المجتمع، على حكامه ومحكوميه؛ لأنه إذا ضعف الوازع الإيماني والرادع السلطاني حصلت الفوضى الفكرية والخلقية، والعملية. الحالة الثالثة: أن يضعف الوازع الإيماني ويقوى الرادع السلطاني وهذه مرتبة وسطى؛ لأنه إذا قوي الرادع السلطاني صار أصلح للأمة في المظهر فإذا اختفت قوة السلطان فلا تسأل عن حال الأمة وسوء عملها. الحالة الرابعة: أن يقوى الوازع الإيماني ويضعف الرادع السلطاني فيكون المظهر أدنى منه في الحالة الثالثة, لكنه فيما بين الإنسان وربه أكمل وأعلى. والمهم أننا نقول: إنه ينبغي لنا عند تنفيذ أوامر السلطان أن نعتقد أننا نتقرب إلى الله عز وجل بذلك. وإنما قال ابن القيم: إن الطاغوت "ما تجاوز به العبد حده من معبود، أو متبوع، أو مطاع " لأن الأمير الذي يطاع قد يأمر بما يخالف أمر الله ورسوله فإنه حينئذ لا سمع له ولا طاعة، ولا يجوز لنا أن نطيعه في معصية الله سبحانه وتعالى؛ لأن الله تعالى جعل طاعتهم تابعة لطاعته وطاعة رسوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كما يفهم من سياق الآية: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} . ولم يقل: " وأطيعوا أولي الأمر منكم" فدل هذا على أن طاعتهم غير مستقلة بل هي تبع لطاعة الله تعالى وطاعة رسوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وقد ثبت أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: «إنما الطاعة في المعروف» أي فيما أقره الشرع، وأما ما أنكره فلا يجوز أن يطاع فيه أي مخلوق حتى لو كان الوالد أو الوالدة؛ لأن طاعة الله مقدمة على كل طاعة، فإذا أطاع الإنسان أميره أو ولي أمره في معصية الله فقد تجاوز به حده. [ابن عثيمين ,مجموع فتاوى ورسائل العثيمين] Beliau menjawab: Thaghut berasal dari kata thughyan yang berarti melampaui batas. Seperti dalam firman Allah Ta’ala: {إِنَّا لَمَّا طَغَى الْمَاءُ حَمَلْنَاكُمْ فِي الْجَارِيَةِ} Artinya: "Sesungguhnya ketika air telah melampaui batas, Kami angkut kalian di kapal." Maksudnya, ketika air telah meluap melebihi batas yang biasa, maka Kami angkut kalian di jariyah, yakni kapal. Secara istilah, definisi terbaik tentang thaghut adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwa thaghut adalah: "Segala sesuatu yang dilebih-lebihkan oleh seorang hamba melebihi batasnya, baik itu dalam bentuk yang disembah, diikuti, atau ditaati." Yang dimaksud di sini dengan "yang disembah, diikuti, atau ditaati" adalah selain orang-orang yang shalih. Adapun orang-orang shalih tidak disebut thaghut, walaupun mereka disembah, diikuti, atau ditaati. Berhala-berhala yang disembah selain Allah adalah thaghut. Ulama-ulama buruk (ulama su’) yang menyeru kepada kesesatan dan kekufuran, atau menyeru kepada bid’ah, atau membolehkan apa yang diharamkan oleh Allah, atau mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, maka mereka juga thaghut. Demikian pula orang-orang yang menghias-hiasi (mendorong) para penguasa untuk menyimpang dari syariat Islam dengan sistem-sistem yang menyelisihi Islam, mereka juga adalah thaghut, karena mereka telah melampaui batasnya. Batas seorang alim (ulama) adalah mengikuti apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena ulama sejatinya adalah pewaris para nabi. Mereka mewarisi ilmu, amal, akhlak, dakwah, dan pengajaran dalam umatnya. Maka jika mereka melewati batas ini dan malah menghiasi para penguasa untuk menyimpang dari syariat Islam dengan sistem-sistem seperti itu, maka mereka adalah thaghut, karena telah menyimpang dari tugas seharusnya, yaitu mengikuti syariat. Adapun yang dimaksud dengan "yang ditaati" oleh beliau rahimahullah adalah para pemimpin yang ditaati secara syar’i atau secara takdir. Para pemimpin ditaati secara syar’i jika mereka memerintahkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka wajib bagi rakyat untuk mendengar dan taat kepada perintah pemimpin selama tidak bertentangan dengan perintah Allah. Ketaatan kepada pemimpin dalam batas ini adalah ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu, saat melaksanakan perintah pemimpin dalam perkara yang wajib ditaati, kita harus menyadari bahwa kita sedang beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, agar pelaksanaan perintah tersebut menjadi bentuk pendekatan diri kepada Allah. Kita perlu menyadari hal itu karena Allah Ta’ala berfirman: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul, serta pemimpin di antara kalian." Adapun ketaatan kepada pemimpin secara takdir adalah ketika para pemimpin memiliki kekuasaan yang kuat, maka manusia akan menaati mereka karena kekuasaan tersebut, meskipun bukan karena dorongan iman. Karena ketaatan yang sejati kepada pemimpin adalah yang dilandasi oleh iman. Inilah ketaatan yang bermanfaat, baik bagi pemimpin maupun rakyat. Namun, bisa saja ketaatan itu muncul karena kekuasaan, di mana pemimpin sangat kuat sehingga orang-orang takut dan segan padanya karena ia akan menghukum siapa saja yang menentangnya. Oleh karena itu kami katakan: Sesungguhnya manusia dalam hubungannya dengan para penguasa dalam masalah ini terbagi menjadi empat keadaan: Keadaan pertama: Kuatnya dorongan iman (al-wāzi‘ al-īmānī) dan kuatnya penegak hukum dari pihak penguasa (ar-rādi‘ as-sulṭānī). Ini adalah keadaan yang paling sempurna dan paling tinggi. Keadaan kedua: Lemahnya dorongan iman dan lemahnya penegak hukum dari pihak penguasa. Ini adalah keadaan yang paling rendah dan paling berbahaya bagi masyarakat, baik bagi penguasanya maupun rakyatnya. Karena jika dorongan iman dan penegak hukum lemah, akan terjadi kekacauan dalam pemikiran, akhlak, dan tindakan. Keadaan ketiga: Lemahnya dorongan iman tetapi kuatnya penegak hukum dari pihak penguasa. Ini adalah tingkat menengah. Sebab jika penegak hukum kuat, maka hal itu akan memperbaiki kondisi umat secara lahiriah. Namun bila kekuatan penguasa hilang, maka jangan ditanya bagaimana buruknya kondisi umat dan amal perbuatannya. Keadaan keempat: Kuatnya dorongan iman tetapi lemahnya penegak hukum dari pihak penguasa. Dalam hal penampakan lahiriah, keadaan ini lebih rendah dibandingkan keadaan ketiga, namun dalam hubungan antara hamba dan Rabb-nya, ini lebih sempurna dan lebih tinggi. Yang penting adalah kami katakan: Hendaknya kita menyadari bahwa saat melaksanakan perintah penguasa, kita sedang mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Adapun alasan Ibnul Qayyim berkata bahwa thaghut adalah "segala sesuatu yang dilebihi oleh seorang hamba dari batasnya dalam hal yang disembah, diikuti, atau ditaati" karena seorang pemimpin yang ditaati bisa saja memerintahkan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Maka pada saat itu, tidak boleh ada ketaatan atau pendengaran untuknya. Tidak halal bagi kita menaati pemimpin dalam maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala, karena Allah menjadikan ketaatan kepada mereka itu tergantung pada ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dapat dipahami dari konteks ayat: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ} Allah tidak mengatakan: "Dan taatilah ulil amri di antara kalian" (dengan kata kerja perintah yang diulang), tetapi cukup dengan mengaitkannya. Ini menunjukkan bahwa ketaatan kepada pemimpin tidaklah bersifat mandiri, tetapi mengikuti ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah tetap bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (baik dan benar menurut syariat)." Yakni dalam hal yang diakui oleh syariat. Adapun perkara yang diingkari syariat, maka tidak boleh ditaati oleh siapa pun, bahkan oleh orang tua sendiri. Karena ketaatan kepada Allah harus diutamakan di atas semua bentuk ketaatan lainnya. Maka jika seseorang menaati pemimpinnya dalam bermaksiat kepada Allah, sungguh ia telah melampaui batas dalam menaati pemimpinnya. 📚 Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Majmū‘ Fatāwā wa Rasā’il Ibni ‘Utsaimīn, 2/198-201 Telegram: https://t.me/ilmui WA: https://whatsapp.com/channel/0029VaALfMAGJP8PEIsVk33P #share_gratis, #tanpa_logo, #tanpa_minta_donasi, #tanpa_yayasan #makna #thogut

Comments