
ILMUI
June 8, 2025 at 12:28 PM
🌤 HARI-HARI YANG TERHITUNG 🌤
Berkata Syaikh Ibnu Nashir Assa'dy rohimahulloh:
Berkata Alloh ta'ala
{وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ} .
يأمر تعالى بذكره في الأيام المعدودات، وهي أيام التشريق الثلاثة بعد العيد، لمزيتها وشرفها، وكون بقية أحكام المناسك تفعل بها، ولكون الناس أضيافا لله فيها، ولهذا حرم صيامها، فللذكر فيها مزية ليست لغيرها، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: "أيام التشريق، أيام أكل وشرب، وذكر الله "
ويدخل في ذكر الله فيها، ذكره عند رمي الجمار، وعند الذبح، والذكر المقيد عقب الفرائض، بل قال بعض العلماء: إنه يستحب فيها التكبير المطلق، كالعشر، وليس ببعيد.
{فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ} أي: خرج من "منى "ونفر منها قبل غروب شمس اليوم الثاني {فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ} بأن بات بها ليلة الثالث ورمى من الغد {فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ} وهذا تخفيف من الله [تعالى] على عباده، في إباحة كلا الأمرين، ولكن من المعلوم أنه إذا أبيح كلا الأمرين، فالمتأخر أفضل، لأنه أكثر عبادة.
ولما كان نفي الحرج قد يفهم منه نفي الحرج في ذلك المذكور وفي غيره، والحاصل أن الحرج منفي عن المتقدم، والمتأخر فقط قيده بقوله: {لِمَنِ اتَّقَى} أي: اتقى الله في جميع أموره، وأحوال الحج، فمن اتقى الله في كل شيء، حصل له نفي الحرج في كل شيء، ومن اتقاه في شيء دون شيء، كان الجزاء من جنس العمل.
{وَاتَّقُوا اللَّهَ} بامتثال أوامره واجتناب معاصيه، {وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ} فمجازيكم بأعمالكم، فمن اتقاه، وجد جزاء التقوى عنده، ومن لم يتقه، عاقبه أشد العقوبة، فالعلم بالجزاء من أعظم الدواعي لتقوى الله، فلهذا حث تعالى على العلم بذلك.
[عبد الرحمن السعدي ,تفسير السعدي = تيسير الكريم الرحمن ,ص. ٩٣]
“Dan ingatlah Allah dalam beberapa hari yang telah ditentukan. Maka barang siapa yang menyegerakan (meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa atasnya. Dan barang siapa yang mengakhirkan (sampai hari ketiga), maka tidak ada dosa atasnya bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya.”
(QS. Al-Baqoroh: 203)
Allah Ta‘ala memerintahkan agar mengingat-Nya pada hari-hari yang telah ditentukan, yaitu tiga hari tasyriq setelah hari raya (‘Idul Adha), karena keutamaannya dan kemuliaannya, serta karena sisa-sisa pelaksanaan manasik (ritual haji) dilaksanakan pada hari-hari tersebut, dan karena pada hari-hari itu manusia adalah tamu-tamu Allah. Oleh sebab itu, berpuasa pada hari-hari tersebut diharamkan. Maka berdzikir kepada Allah di dalamnya memiliki keutamaan yang tidak dimiliki hari-hari lain.
Untuk itulah Nabi ﷺ bersabda:
"Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah."
Yang termasuk dalam berdzikir kepada Allah pada hari-hari itu adalah dzikir saat melempar jumrah, saat menyembelih (hewan kurban), dan dzikir-dzikir yang dilakukan setelah shalat wajib (dzikir muqayyad). Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa dianjurkan untuk melakukan takbir muthlaq (takbir tanpa terikat waktu tertentu) pada hari-hari tasyriq, seperti halnya pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah — dan pendapat ini tidaklah jauh (dari kebenaran).
“Maka barang siapa yang menyegerakan dalam dua hari” maksudnya adalah meninggalkan Mina dan berangkat darinya sebelum matahari terbenam pada hari kedua dari hari-hari tasyriq, “maka tidak ada dosa atasnya”.
“Dan barang siapa yang mengakhirkan” yaitu dengan bermalam di Mina pada malam ketiga dan melempar (jumrah) pada keesokan harinya, “maka tidak ada dosa atasnya.”
Ini adalah bentuk keringanan dari Allah Ta‘ala kepada hamba-hamba-Nya, yakni dibolehkannya dua pilihan tersebut. Namun sudah diketahui bahwa jika dua hal tersebut dibolehkan, maka yang lebih utama adalah yang mengakhirkan (sampai hari ketiga), karena lebih banyak ibadahnya.
Ketika penghilangan dosa (tidak ada dosa) bisa saja dipahami berlaku secara umum, baik untuk perkara yang disebutkan maupun yang lainnya, maka untuk memperjelas bahwa penghilangan dosa ini hanya berlaku bagi yang menyegerakan atau yang mengakhirkan dengan tetap bertakwa, maka Allah membatasinya dengan firman-Nya:
“bagi orang yang bertakwa”, maksudnya: yang bertakwa kepada Allah dalam seluruh urusannya dan dalam seluruh keadaan selama haji. Maka barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala hal, maka baginya tidak ada dosa dalam segala hal. Dan barang siapa bertakwa hanya dalam sebagian hal dan tidak dalam hal lain, maka balasannya sesuai dengan amal yang dilakukan.
Kemudian Allah berfirman:
“Dan bertakwalah kepada Allah”, dengan menaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
“Dan ketahuilah bahwa kalian akan dikumpulkan kepada-Nya”, lalu Allah akan membalas kalian atas amal-amal kalian. Barang siapa yang bertakwa kepada-Nya, maka dia akan mendapati pahala dari ketakwaannya di sisi Allah. Dan barang siapa tidak bertakwa kepada-Nya, maka dia akan diberi hukuman yang sangat berat.
Mengetahui bahwa akan ada pembalasan amal adalah salah satu pendorong terbesar untuk bertakwa kepada Allah, oleh karena itu Allah menekankan untuk mengilmui hal tersebut.
---
📚 Taisīr al-Karīm ar-Raḥmān fī Tafsīr Kalām al-Mannān ‘Abdur-Raḥmān bin Nāṣir as-Sa‘dī hal. 93.
Telegram: https://t.me/ilmui
WA: https://whatsapp.com/channel/0029VaALfMAGJP8PEIsVk33P
#share_gratis, #tanpa_logo, #tanpa_minta_donasi, #tanpa_yayasan
#hari-HARI #terhitung