KELAS KEPENULISAN PARA LOVERS
KELAS KEPENULISAN PARA LOVERS
June 18, 2025 at 06:27 AM
Saya ingin bicara soal diksi. Diksi itu bukan soal kata yang ribet, tapi kata yang tepat. Banyak penulis menganggap bahwa semakin sulit kata-kata yang digunakan, maka akan semakin bagus tulisannya. Padahal, menurut saya, itu justru bisa bikin bingung pembaca. Diksi secara sederhana bisa dipahami sebagai pilihan kata. Setiap penulis tentu punya gaya masing-masing dalam memilih kata, dan itu sah-sah saja. Tapi yang sering saya sayangkan adalah ketika diksi dijadikan ajang unjuk kebolehan dalam menggunakan istilah asing, kuno, Sansekerta, atau kata-kata yang hanya dimengerti segelintir orang. Tujuannya mungkin ingin biar terlihat "sastra banget", tapi akibatnya malah menjauhkan tulisan dari pembaca. Saya pernah membaca sebuah tulisan di beranda facebook yang katanya itu puisi. Dalam satu bait saja, ada tiga kata yang saya tidak tahu maknanya apa. Saya sampai harus buka kamus. Dan setelah tahu, saya tetap merasa bahwa kata-kata itu sebenarnya tidak perlu serumit itu. Kata-kata itu hanya diterjemahkan ke dalam kosa kata Sansekerta. Padahal, pesannya bisa disampaikan dengan kata yang lebih sederhana, yang justru terasa lebih kuat karena langsung kena di hati. Saya tidak anti pada bahasa puitis, istilah Sansekerta, atau kosakata unik lainnya. Tapi saya percaya, keindahan tulisan bukan datang dari kerumitan, melainkan dari kedalaman makna yang bisa dijangkau pembaca. Bahasa yang indah adalah bahasa yang mampu bicara kepada siapa saja, tanpa membuat orang lain merasa bodoh karena tidak paham. Sebagai penulis, tugas kita adalah menjembatani gagasan dari kepala kita ke hati pembaca. Diksi adalah jembatan itu. Maka, kalau kita pilih kata yang terlalu tinggi, terlalu asing, atau terlalu abstrak, bisa jadi pembaca nggak akan sampai ke ujung jembatan itu. Mereka berhenti di tengah jalan, bingung, dan akhirnya meninggalkan tulisan kita. Saya pribadi lebih suka menggunakan diksi yang sederhana tapi kuat. Kata-kata yang biasa, tapi mampu menumbuhkan rasa. Saya percaya, kekuatan tulisan ada pada kemampuan menyentuh, bukan kemampuan memamerkan. Saya kasih beberapa contoh: "Aku rindu" bisa ditulis jadi: aku terperangkap dalam palung kenangan yang tak kasat mata. "Aku sedih" bisa jadi: hati ini sepi, seperti kota tua yang ditinggalkan. "Aku lupa" bisa jadi: ketika ingatanku berkhianat. "Membujukmu" bisa jadi: menggedor-gedor pintu keyakinanmu. "Wajahmu tua" bisa jadi: parasmu melesat jauh melampaui usiamu. Dan masih banyak lagi, teman-teman bisa olah sendiri. Diksi itu akan lahir ketika kita lebih sering menulis. Jam terbang dan banyak baca adalah kuncinya. Jadi, buat teman-teman penulis pemula, terutama yang sedang menekuni puisi atau prosa, termasuk juga novel atau cerpen, jangan merasa harus terlihat "tinggi" dalam menulis. Jangan malu menggunakan kata-kata yang sederhana. Diksi yang baik bukan tentang terlihat pintar, tapi tentang bagaimana tulisan kita bisa dipahami, dirasakan, dan diingat oleh pembaca.
❤️ 👍 😮 😢 🙏 😂 130

Comments