
O. Solihin
June 14, 2025 at 03:20 PM
*Asli atau Palsu, Kok Masih Abu-abu?*
Di negeri yang banyak pejabatnya sering bikin drama ini, urusan ijazah bisa jadi lebih viral daripada konser K-Pop. Ya, gimana lagi, seorang mantan presiden, yang dulunya dikawal ketat, dielu-elukan, dielap keringetnya sama protokoler, eh sekarang digugat soal selembar kertas bernama ijazah. Publik nanya, “Asli apa palsu, sih?” Tapi yang ditanya malah adem ayem aja (walau sepertinya tertekan). Bukannya nunjukkin bukti, malah lempar statement muter-muter kayak GPS error. Ya wajar sih kalo publik bilang, "Loh, kok makin dijelasin malah makin bikin pening?" Jangan-jangan yang abu-abu itu bukan cuma ijazahnya, tapi juga integritasnya. Hmm... banyak yang bilang udah dari 10 tahun lalu kayaknya sih kalo soal integritas _mah_.
Ya, pro kontra soal ijazah mantan presiden negeri ini masih kayak sinetron kejar tayang dengan episode panjang, berliku, dan bikin emosi. Mereka yang pro bilang, “Ijazahnya ada kok, disimpan sama yang punya!” Mereka yang kontra bisa aja membalas, “Ya udah tunjukin dong, jangan disimpan doang kayak mantan yang nggak bisa move on!”
Debat makin panas. Medsos jadi ajang saling tuding, saling posting, saling roasting. Ada yang unggah video analisa, "Lihat, ini font-nya beda! Ini bukan ijazah beneran!" Eh, lawannya langsung bales, "Wah, ini mah nyari sensasi doang. Dasar golongan sakit hati!"
Kita yang di tengah? Nonton sambil makan tahu gejrot, tapi dalam hati nanya, "Kalo emang asli, kok nggak ditunjukin sih? Emangnya ijazahnya kayak batu akik langka yang kalau dipamerin bisa jadi rebutan orang?"
Sayangnya, orang ini kadung dikenal suka bohong. Hari ini bilang A, besok bilang B. Kayak Wi-Fi publik, tingkat keamanannya nggak bisa dipercaya. Padahal dalam Islam, bohong itu dosa dan nggak bisa dihapus pake "cengar-cengir" setiap kali disuruh jujur.
Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata, _“Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’”_*(HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi)*
Ngeri ya? Tentunya. Di dunia mungkin bisa lolos pake pencitraan, tapi di akhirat? Nggak bakal bisa bilang ke malaikat, misalnya, "Maaf, saya bohongnya terstruktur, sistematis, dan masif, tapi dengan niat baik kok." (eh, makin ngawur)
Duh, di zaman sekarang, kredibilitas seseorang bisa runtuh hanya karena satu kebohongan yang dibiarin. Itu sebabnya, jangan kaget kalau publik jadi skeptis. Apalagi kalo yang ngomong pernah bilang "nggak akan impor" lalu beberapa bulan kemudian impor kayak belanja _flash sale_. Pernah juga bilang nggak bakal cawe-cawe urusan pilpres, nggak tahunya malah obrak-abrik aturan lalu muncul sang anak jadi cawapres, bahkan kini jadi wapres. Ah, masih bisa dipercaya? Kita yang waras cuma bisa geleng-geleng sambil berdoa, “Yaa Allah, lindungi kami dari pemimpin yang lidahnya fleksibel kayak karet gelang.”
Oya, di tengah dunia yang makin penuh drama, jujur itu langka. Tapi langka bukan berarti nggak mungkin. Kita semua bisa mulai dari hal kecil semisal jujur dalam tugas, jujur dalam _caption_ sebelum konten diposting, jujur dalam ngasih alasan kenapa tugas belum dikumpulin. Jangan sampe kita tumbuh dalam budaya "asal bisa ngeles, berarti selamat". Ingat, di dunia bisa lolos, tapi di hadapan Allah Ta'ala, setiap huruf dari kebohongan akan dibacakan ulang, tanpa sensor, tanpa tim kreatif, tanpa pengacara.
Ijazah bisa palsu. CV bisa dibuat-buat. Tapi integritas nggak bisa dicetak di fotokopi warna. Dan ingat, Allah Ta'ala nggak butuh ijazah buat menilai manusia. Tapi yang dinilai adalah hati, kejujuran, dan amal shalih walau tersembunyi dari manusia. Tapi, gimana kalo integritas udah diinjek dengan kebohongan yang selalu diulang? Semua yang disampaikan nggak bakal dipercaya lagi, minimal diragukan kebenarannya. Rugi memang.
Yuk, jadi generasi yang bukan pintar debat demi membela keburukan, tapi yang jujur membela kebenaran. Sebab, dunia ini udah terlalu penuh orang pintar yang nggak benar. Sekarang giliran yang benar-benar jujur yang tampil dan bergerak memberikan manfaat kebaikan dan berpihak kepada kebenaran. Yuk, saling _support_ dan saling mendoakan. [OS]
❤️
2