O. Solihin
O. Solihin
June 20, 2025 at 12:48 AM
*Tak Terdengar, Tapi Terarah* Nggak semua yang ramai dan heboh itu benar. Dan nggak semua yang diam dab _silence_ itu salah arah. Di zaman yang semuanya berlomba ingin bersuara--entah karena cari panggung, cari pujian, atau sekadar takut ketinggalan tren--kadang justru yang paling selamat adalah yang memilih nggak kedengeran, tapi hatinya tetap terhubung sama Allah Ta'ala. Terarah memilih arah jalan yang benar. Syaikh al-Fudhail bin Iyyadh ngasih nasihat yang kedengarannya simple, tapi dalem banget maknanya, "Sesungguhnya ini adalah zaman yang engkau harus menjaga lisanmu dan menyembunyikan tempatmu, ilmu yang sedikit akan memperbaiki keadaanmu, lakukan kebaikan yang engkau ketahui, dan tinggalkan apa yang engkau ingkari." (dalam Mukhtashar al-Hujjah, jilid 2, hlm. 483) Nggak perlu banyak teori. Kadang, selamat itu bukan karena kita paling tahu, tapi karena kita paling tahu kapan harus diam, dan kapan harus _speak up_. Ini yang cerdas. Nggak asal bersuara, nggak ngasal komentar, dan tahu betul kapan harus bicara, kapan harus mingkem. Pernah nggak kamu ngerasa kayak dunia ini makin berisik? Bukan cuma suara klakson di jalan, tapi juga ocehan di medsos, debat di kolom komentar, hujatan berjamaah tiap ada topik viral, dan konten drama yang makin hari makin _absurd_. Ngeri. Oya, “zaman fitnah” itu bukan berarti semua orang berubah jadi _villain_. Tapi ini masa di mana kebenaran susah dibedain dari kesesatan, dan omongan orang bisa lebih berbahaya daripada pisau. Itu sebabnya, kata Syaikh Fudhail bin Iyyadh (saya ulang dan jelaskan sedikit): 1) Jaga lisan--termasuk ngetik--alias mikir dulu sebelum update status atau komen. Jangan semua yang kamu tahu harus kamu umbar. Kadang diem itu bukan kalah, tapi penyelamat; 2) Sembunyikan tempatmu. Ini bukan paranoid, tapi bentuk kehati-hatian. Di zaman fitnah banyak orang yang suka mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil, kadang kita butuh ruang untuk menepi, bukan tampil nyaring di tengah gelombang perang opini dan _hoax_; 3) Ilmu sedikit, tapi cukup. Ya, kamu nggak harus hafal semua kitab ulama buat jadi baik. Namun yang penting, amalkan ilmu yang kamu tahu. Shalat kamu jaga, lisan kamu jaga, adab kamu rawat. Itu udah jadi cahaya di tengah gelapnya zaman; 4) Lakukan kebaikan yang kamu tahu, tinggalkan yang kamu ingkari. Tentu menilainya dengan ilmu. _So_, jangan nunggu sempurna buat jadi baik. Nggak usah nunggu tahu semua hal buat berhenti dari yang jelas-jelas salah. Simpelnya, yang baik kerjakan, yang buruk, tinggalkan. Udah, gitu aja. Benar, zaman sekarang bukan zaman pamer banyak bicara, tapi zaman untuk jaga lisan, jaga hati, dan jaga diri. Biar nggak terseret arus, kadang kita perlu mundur selangkah buat mikir, "Ini manfaat atau cuma sensasi?"; "Ini dakwah atau cuma drama?"; "Ini jalan kebaikan, atau cuma cari validasi?" Dan inget ya. Di zaman fitnah, yang tenang dan diam bisa jadi lebih kuat daripada yang heboh plus banyak omong tapi kosong. Nggak perlu haus validasi orang lain, lalu bernafsu ingin eksis. Nggak begitu cara kerjanya. Itu artinya, meski tak terdengar, tapi tetap terarah ke jalan kebaikan. [OS]
❤️ 1

Comments